kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.934.000   -11.000   -0,57%
  • USD/IDR 16.341   27,00   0,17%
  • IDX 7.544   12,60   0,17%
  • KOMPAS100 1.047   -4,04   -0,38%
  • LQ45 795   -5,29   -0,66%
  • ISSI 252   0,56   0,22%
  • IDX30 411   -3,03   -0,73%
  • IDXHIDIV20 472   -7,09   -1,48%
  • IDX80 118   -0,54   -0,46%
  • IDXV30 121   -0,69   -0,57%
  • IDXQ30 131   -1,32   -1,00%

Ban Asal China dan India Makin Marak


Kamis, 15 Oktober 2009 / 07:59 WIB
Ban Asal China dan India Makin Marak


Sumber: KONTAN | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Konsumen ban kendaraan bermotor harus lebih berhati-hati. Sebab, ada indikasi banyak ban asal China dan India yang beredar di pasaran tak sesuai standar.

Pemerintah menduga produk-produk itu masuk melalui praktek pemalsuan dokumen asal barang atau transshipment. Untuk masuk ke pasar Indonesia, para eksportir ban asal China dan India memalsukan sertifikat Keterangan Asal Barang (SKA) ban-ban itu sehingga seolah-olah produk itu berasal dari Negara anggota ASEAN.

Begitu pun sebaliknya, China dan India menggunakan nama Indonesia untuk masuk ke pasar Negara ASEAN lainnya. “Jadi penyelundupan dengan memalsukan sertifikat asal dari negara lain,” kata Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Rabu (14/10).

Kata Fahmi, praktek ini bertujuan untuk menghindari bea masuk (BM) yang tinggi. Maklum, BM impor ban yang berasal dari negara selain anggota ASEAN mencapai 15%. Sementara BM impor ban antar negara ASEAN hanya 5%.

Tahun ini saja, jumlah ban yang masuk ke Indonesia dengan cara seperti itu diperkirakan mencapai sekitar satu juta sampai dua juta unit.

Produsen ban China dan India memang sedang kelebihan stok karena permintaan domestik mereka melemah. “Indikasinya (transshipment) sudah kelihatan karena mereka oversupply," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Ban Indonesia Azis Pane. Bahkan ia menduga, kelebihan stok ban di China mencapai jutaan unit. Sebab, produksi ban China mencapai 200 juta unit per tahun. Adapun produksi ban India 150 juta-200 juta setahun.

Indonesia dan negara-negara ASEAN lain jelas menjadi pasar potensial produk ban China dan India itu. Soalnya, di Indonesia, kebutuhan ban di pasar ritel alias ban pengganti (replacement) mencapai sekitar lima juta per tahun.

Fahmi meminta para pengusaha berkoordinasi dengan aparat pemerintah, terutama di daerah, untuk menghadapi ban ilegal itu. Penerapan Wajib Standar nasional Indonesia (SNI) bisa jadi solusinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×