Reporter: Filemon Agung | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) yang kini tengah menggarap empat proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan dua Grass Root Refinery (GRR) dengan total investasi mencapai US$ 48 miliar mengakui kesulitan jika harus mendanai sendiri.
CEO Refinery & Petrochemical Subholding (PT Kilang Pertamina Internasional) Ignatius Tallulembang menjelaskan ada sejumlah alasan yang membuat Pertamina harus menggandeng partner dalam pelaksanaan proyek.
"Bisnis kilang dan petrokimia sangat unik dan spesifik serta beresiko tinggi. Ada kemungkinan investasi membengkak, keterlambatan proyek yang berujung kerugian dan insiden seperti ledakan dan sebagainya," ujar Ignatius dalam diskusi virtual, Sabtu (27/6).
Ignatius menambahkan, dari sisi operasional misalnya, pihaknya mengantisipasi tantangan yang mungkin dihadapi misalnya unplanned shutdown, ataupun insiden ledakan yang berpotensi menambah beban biaya.
Atas sejumlah pertimbangan tersebut, Ignatius menekankan diperlukan strategi parnertship dalam pengerjaan kilang minyak.
Tak hanya itu, Ia menambahkan dalam proyek kilang investasi tergolong fleksibel dimana total biaya kilang sekitar US$ 20 miliar per tahun yang meliputi biaya crude dan operasi. Demi mengatasi tantangan tersebut, Pertamina menerapkan multiple funding optimization yakni dengan pencarian mitra strategis dan opsi skema pendanaan baik pinjaman komersil maupun utang.
"Lalu juga ada tantangan untuk menghasilkan produk ramah lingkungan dan bernilai tinggi, untuk itu butuh adopsi teknologi," jelas Ignatius.
Ignatius bilang jika pendanaan tergolong kecil maka hal itu dimungkinkan untuk dilakukan sendiri oleh Pertamina. Namun untuk prpyek dengan skala investasi jumbo maka akan sulit untuk dilakukan sendirian.
"Dalam konteks pendanaan besar pertamina tdk akan mampu, jadi dicari lewat partnership," kata Ignatius.
Masih menurut Ignatius, dalam pencarian partner ada dua kategori yang ditetapkan Pertamina. Pertama strategic investor, partner dalam kategori ini, menurut Ignatius biasanya terlibat sejak fase awal pembangunan kilang. Dimana dalam prpses pengerjaan para investor akan membawa teknologi dan keahlian yang dimiliki untuk diterapkan pada proyek.
"Namun mereka juga biasanya bawa persyaratan khusus misalnya membawa atau menawarkan crude oil atau minyak yang dimiliki, juga kadang tawarkan pemasaran bersama atau join marketing," terang Ignatius.
Kedua, financial investor. Ignatius mengungkapkan, partner dalam kategori ini biasanya berfokus pada profit. Selain itu, diantara kedua jenis investor, financial investor tergolong lebih mudah dan cepat sebab Pertamina diberikan keleluasaan untuk menjalankan bisnis.
"Yang penting profit yang akan kita share," jelas Ignatius.
Selain pencarian partner, pendanaan dari perbankan juga menjadi opsi bagi Pertamina.
Baca Juga: Cari partner untuk proyek Kilang Bontang, ini syarat dari Pertamina
Ignatius tak menampik, kerjasama dengan pihak swasta nasional dimungkinkan dalam pengerjaan kilang, terlebih hal tersebut telah termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 146/2016 Tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak Di Dalam Negeri.
Adapun skema tersebut merupakan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) dimana Pertamina sebagai penanggung jawab.
"Sayangnya skema ini belum ada yang gunakan padahal sangat dimungkinkan dan Pertamina bisa ambil produk dari kilang ini," tandas Ignatius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News