Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menyatakan bahwa mundurnya beberapa perusahaan asal Eropa dalam proyek pengelolaan kawasan pertambangan di Indonesia menandakan ada masalah serius terkait kebijakan pertambangan sekarang ini.
“Kami meminta pemerintah peka dengan situasi ini dan segera melakukan pembenahan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (28/6).
Mundurnya perusahan kimia terbesar asal Jerman, Badische Anilin und Soda Fabric (BASF) dan perusahaan pertambangan dan metalurgi asal Prancis, Eramet, dari proyek Sonic Bay di Maluku Utara mengkonfirmasi masalah itu.
Baca Juga: BASF dan Eramet Batal Investasi Hilirisasi Nikel, Perusahaan Lain Bisa Ikutan
Menurut Mulyanto, pemerintah dianggap tidak mampu memberikan kenyamanan dan keamanan investasi yang ingin dibangun. “Sehingga wajar perusahaan multinasional yang sudah berpengalaman mengkaji ulang keputusan untuk investasi di sini” tutur Mulyanto.
Mulyanto menyebut beberapa indikator rusaknya iklim investasi di antaranya tingginya indeks korupsi di Indonesia, turunnya kepercayaan publik pada lembaga penegak hukum, instabilitas politik dan ruwetnya koordinasi perizinan pertambangan antara Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi.
Mulyanto menuturkan, situasi tersebut dapat mempengaruhi kepercayaan (trust) investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Baca Juga: BASF dan Eramet Batal Garap Hilirisasi Nikel
Walaupun mungkin terutama disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi investasi, namun faktor politik sangat mempengaruhi persepsi atas kepastian hukum, yang berujung pada iklim investasi di Indonesia. Investor mempelajari kondisi ini tentunya, yang merupakan bagian dari mitigasi risiko investasi.
“BASF dan Eramet ini kan dua investor dari Eropa. Kita perlu lihat nanti bagaimana respons investor dari negara lain terutama dari Tiongkok," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News