Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Ada-ada saja hal yang mengganggu bisnis minyak kelapa sawit Indonesia. Setelah tudingan negatif dari kalangan LSM lingkungan bahwa banyak kebun sawit di Indonesia tidak ramah lingkungan, kini, Parlemen Australia tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Standar Makanan yang bertajuk Food Standard Amendment Truth in Labeling-Palm Oil Bill 2010.
Salah satu butir dalam RUU ini menyebutkan bahwa crude palm oil (CPO) memiliki kandungan lemak lebih besar dibandingkan dengan minyak jenis lain seperti minyak bunga matahari. Imbasnya, masyarakat perlu menghindari penggunaan CPO karena bisa membahayakan kesehatan.
Karena itu, tidak mustahil bila setelah RUU ini gol, Negeri Kanguru menghentikan impor crude palm oil (CPO) dari Indonesia.
Pemerintah Indonesia jelas keberatan dengan langkap Parlemen Australia tersebut. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Deddy Saleh mengungkapkan, isi RUU ini sangat diskriminatif karena tidak berdasarkan bukti ilmiah. Dan, ia jelas mengkhawatirkan perumusan RUU tersebut dapat menghambat ekspor CPO dari Indonesia.
Memang, ekspor CPO kita ke Australia terbilang sedikit. Berdasarkan data Kemdag, ekspor CPO ke Australia tahun 2010 hanya mencapai 80 ton dengan nilai US$ 73.000. Namun, Indonesia khawatir, mencuatnya isu ini akan mempengaruhi negara importir lain seperti China dan India. Pada akhirnya, kedua negara importir itu dikhawatirkan mengurangi permintaan CPO dari Indonesia. "Dampak seperti inilah yang kami khawatirkan," tutur Deddy, akhir pekan lalu.
Untuk mencegah hal itu, pertengahan pekan silam (27/6) Pemerintah Indonesia menyurati Parlemen Australia yang berisi keberatan atas RUU Standar Makanan ini. Selain itu, surat tersebut juga menyertakan hasil penelitian ilmiah yang menyebutkan manfaat minyak sawit bagi kesehatan. Misalnya, minyak kelapa sawit terbukti me-ngandung penstabil oksidan dan omega 9 bermanfaat mengurangi kolesterol dalam darah. "AS dan Kanada mengakui hal ini," papar Deddy.
Lalu, Deddy menambahkan, satu hektare (ha) lahan sawit bisa menghasilkan 6.000 liter CPO. Bandingkan dengan 1 ha lahan bunga matahari yang hanya bisa menghasilkan 952 liter minyak. Dari situ terlihat bahwa pemanfaatan lahan sawit lebih efisien karena tidak memakan lahan lebih luas.
Kalangan pebisnis kelapa sawit sendiri rupanya tidak terlalu cemas. Akmaluddin Hasibuan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), menuturkan bahwa isu tersebut sebetulnya isu lama. Beberapa tahun lalu, Eropa juga pernah mengembuskan isu serupa guna mengerem impor CPO dari Indonesia. Faktanya, Eropa mengakui bahwa klaim mereka salah, karena minyak sawit terbukti baik bagi kesehatan.
Untuk itu, Gapki mengaku tidak khawatir isu yang sekarang muncul akan menghambat ekspor CPO. Meski begitu, para pengusaha CPO akan terus mengedukasi masyarakat dunia tentang kandungan minyak sawit. "Ini kami lakukan agar masyarakat tidak salah persepsi dengan minyak sawit," ujar Akmaluddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News