Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
TNP2K dan Traction Energy Asia menyebut, hal itu disebabkan belum adanya mekanisme pengumpulan minyak jelantah baik dari restoran, hotel dan rumah tangga. Sebaran lokasi sumber minyak jelantah yang tidak simetris dengan lokasi pabrik pengolahan biodiesel, teknologi pengolahan (terutama yang dikelola oleh masyarakat) yang belum cukup efisien dan kualitas biodiesel hasil olahan minyak jelantah yang masih perlu diuji lebih jauh, menjadi tantangan selanjutnya.
Padahal, pengolahan minyak jelantah untuk biodiesel, khususnya jika dilakukan oleh masyarakat, akan mendatangkan banyak manfaat baik dari sisi ekonomi, kesehatan maupun lingkungan.
Dari sisi ekonomi, Sardji Sarwan, pengelola Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di Tarakan Timur mengatakan bahwa omzet produksi biodiesel yang dihasilkan kelompoknya sudah mencapai Rp 2 juta per hari dengan mempekerjakan sembilan karyawan yang bekerja 4 jam per hari, dengan bayaran Rp 2 juta per bulan per orang. Produk biodiesel yang dihasilkan bisa mencapai 180 liter per hari dan dijual dengan harga Rp 11.000 per liter.
Walaupun data yang ada memang menunjukkan bahwa biaya konversi biodiesel berbahan baku minyak jelantah lebih besar daripada biaya konversi biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit, namun harga indeks produksi (HIP) minyak jelantah untuk biodiesel lebih rendah dibanding HIP minyak kelapa sawit karena faktor bahan baku.
Baca Juga: Penyesuaian tarif pungutan ekspor CPO dukung pengembangan program pembangunan sawit
Dari sisi kesehatan, serapan minyak jelantah untuk produksi biodiesel bisa mengurangi alokasi penggunaan minyak jelantah yang didaur-ulang sebagai bahan masakan, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi risiko meningkatnya kadar HNE (zat beracun yang mudah diserap dalam makanan) pada makanan yang dapat mengakibatkan stroke, alzheimer dan parkinson. Dari sisi lingkungan, pengolahan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel bisa berdampak positif terhadap pengurangan limbah B3.
Mengolah kembali minyak jelantah berarti juga mengurangi pembuangan minyak jelantah yang dapat mencemari lingkungan dan mengganggu ekosistem. Minyak jelantah yang dibuang sembarangan memberikan risiko meningkatnya kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) di perairan. Hal ini menyebabkan tertutupnya permukaan air dengan lapisan minyak. Akibatnya, sinar matahari tidak dapat masuk ke perairan yang mendorong matinya biota dalam perairan, serta berpotensi mencemari air tanah.
Baca Juga: Produksi CPO di tahun depan diramal naik 3,5%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News