kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.754.000   -4.000   -0,23%
  • USD/IDR 16.870   -305,00   -1,84%
  • IDX 5.996   -514,48   -7,90%
  • KOMPAS100 847   -82,06   -8,83%
  • LQ45 668   -66,74   -9,09%
  • ISSI 186   -15,12   -7,51%
  • IDX30 353   -34,16   -8,83%
  • IDXHIDIV20 427   -41,35   -8,83%
  • IDX80 96   -9,67   -9,17%
  • IDXV30 102   -9,19   -8,28%
  • IDXQ30 116   -10,74   -8,46%

Bisnis perawatan pesawat dikuasai asing


Selasa, 23 April 2013 / 16:46 WIB
Bisnis perawatan pesawat dikuasai asing
ILUSTRASI. Pabrik Martina Berto di Sukaresmi, Cikarang. Martina Berto (MBTO) sampai liburkan pabrik sehari akibat banjir. Martina Berto (MTBO) optimistis penurunan kasus Covid momen dongkrak kinerja.


Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Asnil Amri

JAKARTA.  PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia (GMF AeroAsia) mengakui bisnis perawatan pesawat (MRO/Maintenance, Repair, Overhaul) di Indonesia sangatlah besar. Namun sayangnya, bisnis ini masih dikuasai pihak asing.

Setijo Awibowo, Executive Vice President (EVP) Corporate Strategy & Development GMF AeroAsia mengatakan, saat ini perusahaan perawatan pesawat asal Indonesia hanya menguasai 30% dari pangsa pasar yang ada, sisanya diambil oleh perusahaan asing.

"Ini data tahun 2011, pasar perawatan pesawat di Indonesia US $ 850 juta. Dari pasar yang ada, perusahaan lokal hanya menguasai pasar 30%. Nah pangsa pasar kami (GMF) sekitar 80% dari 30% itu," ujar Setijo kepada wartawan di Hotel Four Seasons, Jakarta, Selasa (23/4).

Setijo mengatakan, hanya ada dua perusahaan perawatan pesawat di Indonesia yang berskala besar. Kedua perusahaan tersebut adalah GMF AeroAsia dan anak perusahaan milik Merpati.

Di tempat yang sama, Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi and Pengembangan Mesin, PT Dirgantara Indonesia (Persero) mengatakan, Singapura dan Australia masih menjadi negara tujuan utama perawatan pesawat dari Indonesia.

Menurut Andi, penyebabnya adalah, bisnis perawatan pesawat banyak dilakukan pihak asing karena kurangnya kepercayaan terhadap industri lokal. "Kurangnya kepercayaan yang diberikan terhadap industri lokal. Soal sertifikasi dan kualifikasi itu bisa dipelajari," ujar Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×