Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan bahwa Indonesia tidak memiliki cadangan Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional. Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyatakan bahwa saat ini cadangan BBM nasional masih mengekor pada cadangan operasional BBM yang dimiliki oleh badan usaha, terutama PT Pertamina (Persero).
"Kalau kita tanya sekarang, apakah ada cadangan BBM nasional? tidak ada, nol. Yang ada adalah cadangan operasional badan usaha. Artinya, cadangan operasional Pertamina, itu yang diklaim menjadi cadangan BBM nasional," jelas Fanshurullah dalam Rapat Dengar Pendapat yang digelar Komisi VII DPR RI, Selasa (15/9).
Ifan, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 46 ayat (3) UU Migas mengenai tugas BPH Migas, seharusnya lembaga yang dipimpinnya itu bertugas untuk mengatur dan menetapkan cadangan BBM nasional.
Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan regulasi tarif EBT rampung tahun ini
Namun, hingga saat ini BPH Migas belum bisa menjalankan tugasnya tersebut. Alasannya, sampai saat ini belum adanya aturan pelaksanaan berupa Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengatur waktu, jumlah dan jenis cadangan BBM nasional tersebut.
"Sejak BPH Migas berdiri 17 tahun lalu, cadangan BBM nasional ini belum bisa kami wujudkan. Kendalanya dimana? mesti ada ketetapan Menteri ESDM dulu (yang mengatur) apakah mau 30 hari, 60 hari (cadangan BBM yang harus dimiliki)," terang Ifan.
Dia memberikan gambaran, mengacu pada standar negara-negara di Eropa, rata-rata cadangan BBM nasional ditetapkan minimal 3 bulan atau 90 hari. Hal yang sama juga diterapkan di negara Jepang. "Maka ketika mereka ada bencana, tsunami, nggak masalah karena memang stok BBM siap," sebut Ifan.
Dia menuturkan, draft atau rancangan Permen ESDM tentang cadangan BBM nasional ini sebenarnya pernah disusun pada masa Menteri ESDM terdahulu. Pada pokoknya, beleid tersebut berisi kewajiban bagi badan usaha agar memiliki minimal cadangan BBM minimal selama 30 hari.
Baca Juga: Pertamina fokus pengembangan 4 pilar energi baru terbarukan (EBT)
Asal tahu saja, saat ini ada sekitar 150 badan usaha yang memiliki izin niaga umum untuk bertransaksi jual-beli BBM. "Tapi sampai ke Menteri itu menahan. Dengan argumentasi bahwa ini akan menjadi beban kepada badan usaha. Artinya akan dibebankan lagi kepada penjualan harga BBM," sebut Ifan.
Sebab, mempersiapkan cadangan BBM ini tidak lah murah. Menurut Ifan, biaya yang diperlukan bisa mencapai Rp 1 triliun. Saat ini, Ifan menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyusun pola-pola investasi untuk membangun infrastruktur cadangan BBM tersebut.
Misalnya, dengan pengenaan syarat bagi badan usaha yang ingin masuk ke bisnis impor BBM, yang harus membangun infrastruktur untuk cadangan BBM dengan daya tampung hingga 60 hari. "Agar menjadi buffer stock cadangan, ketika terjadi bencana," kata Ifan.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komite BPH Migas Ahmad Rizal mengungkapkan, pihaknya sedang menyusun rancangan Peraturan BPH Migas terkait cadangan BBM. Kata dia, hal itu ditempuh menyusul tak kunjung terbitnya Permen ESDM sebagai aturan pelaksanaan yang mengatur cadangan BBM nasional.
Rizal menyebut, rancangan Peraturan BPH Migas tersebut menyasar cadangan operasional BBM yang wajib dimiliki oleh badan usaha. "Jadi kalau misalnya kami tidak bisa menyentuh cadangan BBM nasional, maka kami akan mencoba mengatur cadangan yang dimiliki oleh badan usaha," sebutnya.
Baca Juga: Eksplorasi tambang, Kapuas Prima Coal sediakan dana US$ 3 Juta-US$ 4 juta per tahun
Pada Kamis lusa, imbuh Rizal, BPH Migas akan menggelar public hiring untuk membahas rancangan peraturan tersebut. Rencananya, BPH Migas akan menetapkan cadangan operasional badan usaha minimal 11 hari untuk tahap pertama. "Bertingkat, dalam beberapa saat akan menjadi 23 hari," kata dia.
Rizal berharap nantinya badan usaha memiliki cadangan operasionalnya sendiri, sehingga tidak mengakui cadangan yang dimiliki Pertamina. "Mereka juga harus mengadakan BBM, yang penting stok ada di mereka. Dalam waktu dekat, setelah public hiring, ini akan ditelurkan Peraturan BPH," pungkasnya.
Komisi VII DPR RI pun mendukung upaya tersebut. Bahkan Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno yang memimpin rapat saat itu menyampaikan kesimpulan bahwa pihaknya mendesak Menteri ESDM agar segera menerbitkan aturan pelaksanaan terkait dengan cadangan BBM nasional.
"Komisi VII DPR RI melalui Kepala BPH Migas mendukung agar Menteri ESDM RI segera membuat Peraturan Menteri terkait jumlah dan jenis cadangan BBM nasional." sebut Eddy membacakan kesimpulan rapat tersebut.
Selanjutnya: Luhut: Hilirisasi batubara merupakan langkah penting untuk meningkatkan nilai tambah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News