Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Hanya saja, Fanshurullah mengingatkan, tarif iuran badan usaha migas tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2019 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Sehingga, jika ada perubahan pada pengenaan iuran, maka regulasi itu harus terlebih dulu direvisi.
Baca Juga: Revisi AMDAL Blok Cepu masih temui jalan buntu
Fanshurullah pun mengatakan, tarif iuran yang diatur dalam PP Nomor 48/2019 sebenarnya sudah lebih rendah dibandingkan tarif yang diatur dalam beleid sebelumnya, yakni PP nomor 1 tahun 2006.
"PP nomor 48 tahun 2019 sebenarnya sudah menurunkan persentase (iuran) untuk BBM dan gas," ungkapnya.
Lebih lanjut, Fanshurullah menerangkan ada beberapa komponen pembentuk harga gas industri. Menurutnya, porsi terbesar berasal dari biaya gas di sektor hulu. Sementara, komponen pembentuk harga yang berada di bawah pengaturan BPH migas hanya dari biaya transmisi. Adapun, komponen biaya distribusi dan niaga diatur oleh Kementerian ESDM.
Baca Juga: Lelang ruas WJD/WNT terganjal rencana induk dari Kementerian ESDM
Menurut perhitungan Fanshurullah, jika iuran tersebut ditiadakan, maka pengaruh ke pembentukan harga gas hanya berkisar US$ 0,02 per MMBTU. "Jadi kalau dikurang tidak signifikan. BPH kan cuman transmisi, di hulu itu strukturnya 70% (dari pembentuk harga gas)," terangnya.