Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Pelaksana Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Erika Retnowati mengungkapkan penyaluran gas program Harga Gas Bumi Tertentu (HBGT) alias harga gas murah untuk industri belum optimal.
"Kami menjumpai adanya penyaluran gas HGBT yang belum optimal. Jadi kalau secara rata-rata itu secara persentase masih di bawah 80% untuk penyerapan gas HGBT," kata Erika dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Senin (10/2).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang selama ini dipatok US$ 6 per MMBTU akan mengalami kenaikan. Hal ini disampaikan Bahlil di Istana Kepresidenan.
Baca Juga: Sulitnya Mengurai Benang Kusut Masalah Gas LPG 3 Kg
“Secara prinsip, HGBT akan diperpanjang, tetapi ada penyesuaian harga. Tidak lagi US$ 6, karena harga gas dunia saat ini sedang naik,” kata Bahlil, Rabu (2/1).
Menurut Bahlil, skema baru ini akan membedakan harga berdasarkan penggunaan gas. Untuk gas yang digunakan sebagai energi, harganya diperkirakan naik menjadi sekitar US$ 7 per MMBTU. Sementara, untuk kebutuhan bahan baku industri, harganya akan ditetapkan di bawah US$ 7 per MMBTU.
“Gas untuk energi kemungkinan sekitar US$ 7, sedangkan untuk bahan baku mungkin sekitar US$ 6,5. Kami sedang merumuskan formula finalnya,” jelasnya.
Selain soal harga, Bahlil menegaskan kebijakan HGBT tetap berlaku untuk tujuh sektor industri yang sudah ditetapkan sebelumnya. Usulan dari Kementerian Perindustrian untuk memperluas sektor penerima HGBT belum dapat diakomodasi.
Baca Juga: Bahlil Sebut Pupuk Kaltim dan Industri Orientasi Ekspor Lainnya Tak Dapat Gas Murah
Menurut Bahlil, pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan ini tetap berkelanjutan dan tidak mengganggu stabilitas pasokan gas nasional.
Bahlil juga mengungkapkan pemerintah sedang mempertimbangkan durasi baru bagi kebijakan HGBT. Kebijakan tersebut kemungkinan akan diperpanjang hingga lima tahun ke depan, dengan evaluasi dilakukan setiap tahun.
“Bukan hanya setahun. Kami sedang merancang kebijakan yang mungkin berlaku beberapa tahun, sekitar lima tahun, tetapi tetap akan dievaluasi per tahun,” tuturnya.
Selanjutnya: Stok Kedelai Indonesia Capai 395.000 Ton, Akindo Pastikan Aman Hingga Ramadan
Menarik Dibaca: Ini 10 Relasi KA dengan Volume Penumpang Tertinggi Selama Januari 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News