kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.670.000   7.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -45,00   -0,28%
  • IDX 6.876   -148,69   -2,12%
  • KOMPAS100 1.002   -27,61   -2,68%
  • LQ45 778   -23,83   -2,97%
  • ISSI 209   -3,14   -1,48%
  • IDX30 402   -12,98   -3,12%
  • IDXHIDIV20 482   -18,36   -3,67%
  • IDX80 113   -2,93   -2,52%
  • IDXV30 117   -3,38   -2,80%
  • IDXQ30 133   -3,80   -2,78%

Sulitnya Mengurai Benang Kusut Masalah Gas LPG 3 Kg


Kamis, 06 Februari 2025 / 20:12 WIB
Sulitnya Mengurai Benang Kusut Masalah Gas LPG 3 Kg
ILUSTRASI. Masyarakat mengantre di agen elpiji ukuran 3 kilogram di Ceger, Jurang Mangu Tangerang Selatan, Banten , Senin (3/2/2025). Menindaklanjuti keputusan Kementerian ESDM yang menetapkan mulai 1 Februari 2025 pembelian LPG 3 kilogram (kg) hanya dapat dilakukan di Pangkalan Resmi Pertamina dan tidak lagi di pengecer. Antrian pembelian gas subsidi mulai mengular di beberapa agen resmi./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/03/02/2025.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jam baru menunjukan pukul 10.00 pagi, tapi Hendra (36) sudah pasang wajah lelah dengan pertanyaan calon-calon konsumen yang masih mencari-mencari gas melon atau gas LPG 3 kg ke warungnya.

Bukannya tidak bersyukur. Dibandingkan tenaga yang dikeluarkan untuk melayani para konsumen, Hendra jadi lebih repot menjelaskan kondisi warung yang belum kunjung juga dikirimi pasokan gas LPG 3 kg dari pangkalan. Ia Sudah cukup malas sekedar menjawab pertanyaan mengenai harga LPG yang tak kunjung turun.

Hendra setuju-setuju saja kalau disebut sebagai pengecer. Aslinya Hendra juga tidak terlalu paham mengenai sub pangkalan. Apapun itu, asalkan tidak ada tetek bengek terkaiat biaya, dia ikut saja.

"Sub pangkalan dengar di berita saja, tapi disini pengecer sih," kata Hendra saat saya temui, di warungnya yang terletak di jalan Kalipasir, Jakarta Pusat, Kamis (06/02).

Baca Juga: Hanya untuk Kalangan Tertentu! Ini Daftar Kelompok yang Boleh Beli Elpiji 3 Kg

Waktu ribut-ribut kelangkaan LPG 3 kg itu, Hendra bilang, memang terdapat keterlambatan pasokan dari pangkalan, sampai sekarang pun masih. Biasanya LPG diantarkan 2-3 kali sehari ke warungnya, namun sekarang hanya 1 kali dengan jatah 10-15 tabung perhari.  "Kemarin lebih parah, 3 hari sekali, atau 5 hari," katanya.

Hukum ekonomi pun berlaku. Hendra terpaksa menjual gas LPG 3 kg seharga Rp 21.000, bahkan sempat Rp 22.000. Namun ia tidak punya pilihan karena harga dari pangkalan juga sudah tinggi.

"Belum turun mbak, dari sananya (pangkalan) juga naik," katanya.

Baca Juga: Mekanisme Harga Gas Melon yang Seharusnya, Tidak Melampaui Rp 20.000

Harga tak kunjung turun

Mahalnya harga gas subsidi itu juga diungkap Didi (45), seorang penjual ketoprak di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Sebagai konsumen paling hilir, Didi bilang, harga LPG 3 kg masih berada di angka Rp 22.000 - Rp 23.000.

Menurutnya, kelangkaan dimulai sebelum libur panjang menjelang Imlek. Sebagai pedagang, dia tidak menaruh suudzon soal hilangnya tabung-tabung hijau itu disejumlah warung kelontong.

"Saya pikir mungkin itu supir (pangkalan LPG) lagi pada libur aja, ah paling habis Imlek-an juga dikirim lagi," katanya.

Namun ternyata dugaannya meleset, kelangkaan terus berlangsung hingga dia mengetahui ada larangan pengecer tidak bisa menjual LPG 3 kg lagi.

"Ya kalau rumah dekat dengan pangkalan sih gak apa-apa, tapi kan susah kalau pedagang keliling kayak kita, apalagi kalau orangnya sudah tua," keluhnya.

Meski tidak selangka beberapa hari lalu, tapi harga LPG 3 kg tidak kunjung turun, tidak seperti yang dijanjikan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia yang senilai Rp 19.000. Di warung, Didi bilang, akan sulit mengontrol harga, apalagi dengan tingginya kebutuhan masyarakat, pasti ada saja pengecer yang memainkan harga.

"Kalau sudah naik, pasti susah turun," katanya sambil tertawa.

Baca Juga: Pengecer Boleh Jual Gas 3 Kg Lagi, tapi Warga Kecewa! Stok Masih Kosong

Berawal dari kebijakan kontroversial

Hilangnya tabung gas melon dari warung kelontong bermula saat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menerbitkan larangan pengecer untuk menjual LPG 3 kg. Larangan yang tertuang dalam surat edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) No. B-570/MG.05/DJM/2025 itu berlaku mulai Sabtu, 1 Februari 2025.

Tanpa ada ancang-ancang, masyarakat harus membeli LPG 3 kg melalui pangkalan gas yang telah terdaftar di Pertamina. Masalahnya, jarak antar pangkalan cukup jauh dibandingkan dengan persebaran pengecer yang lebih masif.

Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan langkah ini sangat keliru karena larangan ini membuat pengecer kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin.

"Mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina karena dibutuhkan modal yang tidak kecil untuk membayar pembelian LPG 3 dalam jumlah besar," kata dia.

Baca Juga: 370.000 Pengecer Sudah Terdaftar Jadi Sub-Pangkalan LPG 3 Kg

Kebijakan Bahlil akan menyusahkan bagi konsumen, yang kebanyakan rakyat miskin, untuk membeli kebutuhan LPG 3 kg di pangkalan yang jauh dari tempat tinggalnya.

Bahlil beralasan, kebijakan ini dibuat karena banyak pengecer 'nakal' yang menjual gas jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) daerah yang sudah ditentukan. Di lapangan, Bahlil bahkan bilang menemukan LPG 3 kg dijual dengan harga Rp26.000, padahal HET Jakarta ada di angka Rp16.000 untuk harga pangkalan.

"Itu (harga LPG) Rp 26.000, kan kamu tau sendiri harganya ada yang Rp 26.000. Sebenarnya rakyat itu mendapatkan harga LPG harusnya maksimal Rp 19.000. Udah paling mahal itu," ungkap Bahlil usai melakukan sidak LPG 3 kg disejumlah pangkalan di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/2).

Meski begitu, pengamat sekaligus kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengatakan alasan Bahlil cukup bisa diterima tapi tidak dengan langkah ekstrem yang diambilnya.

"Harusnya ada tahap implementasi, kalau tahap peralihan diberikan secara ekstrim, tidak ada transisi, pasti akan memunculkan kelangkaan," katanya saat dihubungi Kontan, Rabu (5/2).

Lalu, ketika sudah ada ribut-ribut di kalangan lapisan bawah, Bahlil 'disentil' oleh DPR. Pada rapat kerja yang berlangsung pada Senin (3/2), Bahlil dihujani banyak pertanyaan terkait kelangkaan LPG, padahal agenda rapat kali itu adalah membahas soal Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).

Dalam kesempatan itu, akhirnya tercetuslah ide untuk menaikkan status pengecer gas LPG 3 kg menjadi sub pangkalan.

Ide ini kalau dilihat dari sisi hukum, menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI) Sofyano Zakaria, memang didukung  dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 yang mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tabung 3 Kilogram.

Serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 Tahun 2008 soal peraturan tentang harga jual eceran LPG tabung 3 kilogram untuk keperluan rumah tangga dan usaha mikro.

Sebab, kata Sofyano, dalam dua peraturan ini tidak disebutkan soal posisi pengecer sebagai salah satu mata rantai distribusi LPG yang sah.

"Pengecer LPG 3 Kg pada dasarnya terbilang Ilegal karena tidak masuk dalam mata rantai distribusi yang sah secara hukum," katanya, Kamis (06/02).

Pengangkatan pengecer sebagai sub pangkalan LPG 3 Kg tambah dia, pada dasarnya memberi kejelasan status hukum kepada pengecer itu sendiri.

Baca Juga: LPG 3 Kg Langka, Apakah Ada Pemangkasan Subsidi? Ini Jawaban Menteri ESDM Bahlil

Perbaiki sistem

Pemerintah memulai kisruh gas LPG 3 kg ini, maka sudah sepatutnya dibereskan dengan segera tanpa menambah masalah baru dikemudian hari.

Sofyano mengatakan, pemerintah harusnya menyampaikan secara terbuka segala kemudahan persyaratan untuk menjadi pangkalan LPG 3 kg.

"Misalnya cukup dengan KTP, lalu Surat Keterangan Lurah atau Kepala Desa, serta lokasi pangkalan yang permanen, misalnya," kata dia.

Untuk mempermudah pengawasan, pemerintah harusnya memprioritaskan pengangkatan sebagai pangkalan bagi pengecer yang berupa outlet atau lapak pada lokasi yang jelas bukan pengecer bergerak.

Disisi lain, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi bahkan menagih komitmen pemerintah untuk segera meningkatkan pengawasan terhadap potensi penyimpangan distribusi LPG 3 kg.

Apalagi karena HET LPG 3 kg di berbagai provinsi di Indonesia berbeda-beda karena ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah (pemda), biaya distribusi, dan inflasi.

"Pemda harus harus turun kelapangan untuk melakukan pengawasan lebih intensif, jangan hanya berpangku tangan saja," kata Tulus.

Baca Juga: Kementerian ESDM Pertimbangkan RW Jadi Sub Pangkalan Pengecer Gas LPG 3 Kg

Gerak cepat aparat keamanan dalam hal ini kepolisian juga dinantikan, karena perlu adanya sanksi tegas bagi oknum distributor yang terbukti melakukan malpraktik distribusi atau bahkan melakukan pengoplosan.

"Kepolisian harus lebih bergigi untuk melakukan law enforcemen," tambahnya.

Sebagai pemilik barang, Tulus juga mengatakan, PT Pertamina  harus tegas untuk memutus kerjasama dengan distributor nakal. Tanpa hal itu maka penyimpangan distribusi dan pelanggaran hak-hak konsumen menengah akan semakin besar.

"Mendapatkan gas LPG dengan harga terjangkau adalah hak konsumen yang harus dijamin keberadaannya," ungkapnya.

Terakhir, Bahlil mengatakan terdapat total 370.000 pengecer yang tersebar di Indonesia, yang secar otomatis naik statusnya menjadi sub pangkalan. Dengan ini, para pengecer bisa secara otomatis menjual kembali LPG 3 kg.

Baca Juga: Jangan Panik! Elpiji 3 Kg Kini Bisa Dibeli di Pengecer Lagi

Sayangnya, kekeliruan langkah ini masih menimbulkan bekas. Yang pertama, ritme distribusi LPG belum kembali seperti semula. Kedua, harga yang belum kembali normal. Masyarakat masih menunggu keefektifan skema sub pangkalan dan janji dari pemerintah untuk mengembalikan keadaan pasar seperti semula.

Seperti dikatakan Didi, sang penjual ketoprak, "Kalau harga sudah naik, pasti susah turun".

Selanjutnya: Penerimaan Pajak Tidak Sejalan dengan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2024

Menarik Dibaca: 9 Nutrisi Penting untuk Tumbuh Kembang Anak, Ini Daftar Makanannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×