kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.209   -74,00   -0,46%
  • IDX 7.073   -10,62   -0,15%
  • KOMPAS100 1.048   -2,54   -0,24%
  • LQ45 821   0,21   0,03%
  • ISSI 211   -1,26   -0,59%
  • IDX30 422   1,94   0,46%
  • IDXHIDIV20 504   3,64   0,73%
  • IDX80 120   -0,20   -0,17%
  • IDXV30 124   -1,06   -0,85%
  • IDXQ30 140   0,81   0,59%

Buka pabrik oli, Shell mengincar pasar korporasi


Senin, 12 Oktober 2015 / 10:29 WIB
Buka pabrik oli, Shell mengincar pasar korporasi


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: Hendra Gunawan

HAMBURG. Mulai 5 November 2015, PT Shell Indonesia tidak lagi mengimpor pelumas. Perusahaan asal Belanda itu bakal mengoperasikan secara resmi pabrik oli di Marunda, Jakarta.

Pabrik yang menelan investasi US$ 168 juta tersebut, berkapasitas total 120 juta liter pelumas per tahun. "Pabrik ini akan memperkuat posisi kami dalam merespons pasar," kata Andri Pratiwa, Executive Vice President Sales Businnes to Business (B2B) Lubricants PT Shell Indonesia di sela-sela kunjungan ke Pusat Teknologi Shell di Hamburg, Jerman, Jumat (9/10).

Sejatinya, Shell Indonesia sudah mengoperasikan pabrik pelumas di Marunda sejak Agustus 2015. Namun kala itu, pabrik ini baru memproduksi pelumas untuk segmen penjualan business to customers (B2C). Barulah bulan depan nanti, pabrik Marunda juga memproduksi pelumas untuk segmen penjualan B2B.

Pada tahap awal, Sheel Indonesia bakal menggunakan produk lokal dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 10%-20%. Sebut saja, drum dan botol plastik sebagai kemasan oli. Target mereka, TKDN bisa meningkat hingga di atas 50%.

Sayang, di tengah potensi pasar pelumas yang menjanjikan, Shell Indonesia mengaku pasar pelumas segmen B2B tengah melambat. "Melemahnya rupiah yang sempat ke
Rp 14.700 per dollar Amerika Serikat (AS) berdampak besar," alasan Andri.

Melemahnya mata uang garuda ini membikin harga jual oli Shell Indonesia naik karena berasal dari impor. Di sisi lain, sasaran industri utama mereka yakni sektor pertambangan, juga sedang lesu.

Dus, Shell Indonesia hanya mematok target pertumbuhan penjualan B2B paling banter 10%. Meskipun, per Agustus 2015 lalu pertumbuhan penjualan B2B sempat menyentuh 20%. Patut dicatat, target pertumbuhan penjualan B2B tahun ini susut ketimbang tahun 2014 yang sebesar 12%.

Agar target pertumbuhan penjualan B2B tahun ini tak meleset lebih jauh, manajemen Shell Indonesia pilih fokus menggarap sektor yang berpotensi tumbuh, yakni sektor infrastruktur. Sektor itu mencakup industri konstruksi, baja dan semen. "Kami menyebutnya emerging sector," terang Andri.

Shell Indonesia meyakini sektor infrastruktur masih bisa tumbuh karena beberapa proyek pemerintah banyak yang mulai bergulir pada triwulan terakhir tahun ini. Walhasil, perusahaan tersebut memperbesar target kontribusi penjualan dari sektor infrastruktur, dari biasanya 15% menjadi 25%.

Harapan Shell Indonesia, upaya menggenjot sektor infrastruktur bisa berdampak positif pada kinerja mereka tahun 2016. Perusahaan itu menargetkan pertumbuhan penjualan pelumas B2B tahun 2016 sebesar 20%.

Informasi saja, saat ini segmen penjualan B2B mencuil porsi 14% dari total penjualan oli Shell di Indonesia yang mencapai 800 juta liter per tahun. Kontributor terbesar segmen B2B masih dari sektor pertambangan sebesar 25% terhadap total penjualan B2B. Lantas, pada posisi kedua ada  sektor pembangkit listrik yang berkontribusi 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×