kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.443   -51,00   -0,31%
  • IDX 6.472   -43,68   -0,67%
  • KOMPAS100 929   2,96   0,32%
  • LQ45 729   2,37   0,33%
  • ISSI 202   -1,52   -0,74%
  • IDX30 380   0,83   0,22%
  • IDXHIDIV20 454   0,28   0,06%
  • IDX80 106   0,50   0,48%
  • IDXV30 109   0,90   0,83%
  • IDXQ30 124   0,29   0,23%

Catatan dari APSyFI, Indef dan Celios untuk Revisi Permendag Soal Impor


Senin, 17 Maret 2025 / 20:53 WIB
Catatan dari APSyFI, Indef dan Celios untuk Revisi Permendag Soal Impor
ILUSTRASI. Pemerintah sedang menyusun revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Beleid ini merupakan perubahan ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sedang menyusun revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Beleid ini merupakan perubahan ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Dalam perubahan regulasi ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) kabarnya berencana mengelompokkan masing-masing komoditas. Sejumlah asosiasi dan lembaga riset ekonomi pun memberikan catatan dan usulan mengenai revisi beleid tersebut.

Adapun, salah satu komoditas yang menjadi sorotan adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), agar impor TPT bisa lebih terkontrol. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta mendorong agar kebijakan dan pengaturan impor bisa mengelompokkan masing-masing komoditas.

Sebab, setiap komoditas memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. "Di sektor TPT, Permendag 8/2024 ini sangat penting untuk direvisi terkait pertimbangan tekstil untuk garment agar dikembalikan lagi seperti Permendag 36/2023," kata Redma saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (16/3).

Baca Juga: APSyFI Desak Revisi Permendag 8/2024, Khawatirkan Dampak ke Industri Tekstil

Redma menjelaskan, pada regulasi sebelumnya, yakni Permendag No.36/2023, seluruh importasi produk TPT dari serat, benang, kain dan pakaian jadi (garment) memerlukan persetujuan impor dari Kemendag. Persetujuan tersebut berdasarkan pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.5/2024.

Tetapi di Permendag No.8/2024, khusus untuk pakaian jadi diberikan relaksasi atau pelonggaran izin sehingga tidak diperlukan pertimbangan teknis. Padahal, Redma menilai, persetujuan impor dan pertimbangan teknis perlu sebagai alat pengendalian.

"Jadi pasar kita tidak dibanjiri barang impor murah. Dengan pertimbangan teknis ini kita bisa kendalikan impor yang masuk adalah produk-produk bermerek kelas medium-high," terang Redma.

Dengan begitu, produk segmen medium-low bisa diisi oleh produk-produk lokal dari Industri Kecil dan Menengah (IKM). "Kalau untuk medium-high, industri garment kita masih bisa bersaing dengan barang impor, karena industri garment kita juga pemasok brand-brand dunia," imbuh Redma.

Dalam revisi peraturan ini, APSyFI pun sudah menggelar diskusi dengan kementerian terkait. "Mengenai pertimbangan teknis produk garment ini sudah kami diskusikan di Kemendag dan Kemenperin termasuk revisi Permenperin No.5/2024 sebagai acuan pertimbangan teknisnya.," tandas Redma.

Usulan perbaikan

Dihubungi terpisah, Head of Center of Industry, Trade and Investment Indef Andry Satrio Nugroho juga memberikan catatan terhadap perubahan Permendag No.8/2024. Andry menyoroti, beleid ini pada awalnya bertujuan untuk mengatur impor barang, termasuk TPT agar tidak merugikan industri dalam negeri.

Namun dalam implementasinya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan karena bisa berdampak negatif bagi industri tekstil lokal. Regulasi ini masih membuka celah masuknya barang impor dalam jumlah besar, terutama pakaian jadi dan tekstil yang bersaing langsung dengan produk lokal.

"Industri tekstil dan garmen dalam negeri sudah cukup tertekan. Kalau regulasi ini tidak diperketat, bisa semakin memperburuk kondisi industri dan tenaga kerja di sektor ini," terang Andry.

Andry memberikan lima catatan dalam revisi Permendag No.8/2024. Pertama, Angka Pengenal Impotir Umum (API-U) perlu dibatasi lebih ketat. "Jangan sampai importir umum bisa memasukkan pakaian jadi dalam jumlah besar dan menjualnya bebas di pasar domestik," ujar Andry.

Di sisi lain, Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) sebaiknya tetap digunakan hanya untuk bahan baku produksi, bukan untuk menjual barang jadi. Catatan kedua, kuota impor harus lebih jelas dan ketat.

Menurut Andry, impor harus didasarkan pada neraca komoditas, bukan sekadar permintaan pasar. "Jangan sampai kita kebanjiran tekstil impor dan produk lokal makin terpinggirkan," imbuh Andry.

Baca Juga: API Harap Revisi Permendag 8/2024 Perkuat Proteksi bagi Industri Tekstil Lokal

Ketiga, insentif bagi industri tekstil lokal. Pemerintah perlu memberikan subsidi listrik atau insentif pajak untuk pabrik tekstil agar mereka bisa bersaing dengan barang impor. Selain itu, ada kemudahan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tekstil agar bisa tetap bertahan.

Keempat, pengawasan impor di pelabuhan harus diperketat. Andry menilai, audit berkala terhadap importir perlu dilakukan untuk memastikan regulasi dijalankan dengan baik. "Jangan sampai terjadi penyelundupan pakaian bekas atau manipulasi HS Code agar barang bisa masuk lebih mudah," kata Andry.

Kelima, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) harus diperkuat. Perusahaan yang mengimpor tekstil harus tetap membeli sebagian bahan baku dari dalam negeri. Hal ini untuk memastikan industri lokal tetap berjalan dan tidak sepenuhnya tergantung pada impor.

Jika nantinya ada pengelompokan pada masing-masing komoditas dalam revisi Permendag No.8/2024, Andry melihat pada prinsipnya hal ini bisa lebih efektif. Tapi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. 

Menurut Andry, harus ada standar klasifikasi yang jelas dan pengawasan yang lebih ketat per kategori. Selain itu, Andry menyarankan agar regulasi jangan terlalu sering berubah, serta harus ada koordinasi antar kementerian. "Perlu ada harmonisasi kebijakan agar industri tetap berkembang," tandas Andry.

Revisi dipercepat

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara memberi lima rekomendasi dalam revisi Permendag No.8/2204. Pertama, Bhima mengamini perlunya pemisahan pengaturan impor per kategori produk.

Bhima menyoroti Permendag No.8/2024 yang memasukkan semua barang, mulai dari impor hewan ternak, pakaian jadi sampai kosmetik Hal ini membuat pengaturan tidak spesifik.

"Dengan Permendag baru yang lebih fokus dan detail maka rezim regulasi pengendalian impornya terencana pada barang yang urgen dibatasi agar memperkuat industri domestik," kata Bima.

Kedua, Bhima menyarankan untuk memperketat pengaturan barang impor pada pakaian jadi dan aksesoris, alas kaki dan kosmetik. "Karena ketiga industri ini sedang menghadapi tekanan akibat masuknya barang impor murah khususnya dari China," imbuh Bhima.

Baca Juga: Lindungi Industri Tekstil Nasional, API Harap Revisi Permendag 8/2024 Segera Terbit

Ketiga, memperbanyak hambatan non-tarif dalam revisi aturan impor. Termasuk laporan hasil verifikasi, rekomendasi, dan pertimbangan teknis dari kementerian di sejumlah produk yang sebelumnya dikecualikan dari Permendag 8/2024. Indonesia merupakan negara dengan jumlah hambatan non-tarif paling sedikit di antara negara mitra dagang utama (China, Amerika Serikat, Eropa, Australia, India).

Keempat, Bhima berharap agar revisi Permendag No.8/2024 dilakukan secepat mungkin. Mengingat jumlah perusahaan padat karya yang melakukan efisiensi, bahkan tidak mampu melanjutkan produksi semakin banyak.

"Meski bukan panacea, tapi revisi Permendag dapat menghambat banjir barang impor khususnya dampak perang dagang, dimana kelebihan kapasitas produksi manufaktur di China mencari pasar-pasar alternatif seperti ke Indonesia," terang Bhima.

Kelima, revisi Permendag No.8/2024 harus dibarengi dengan paket kebijakan insentif industri padat karya yang lebih komprehensif. Karena menurut Bhima, proteksi impor saja tidak cukup tanpa bantuan kebijakan fiskal-moneter yang tepat sasaran.

Contoh stimulus yang bisa dipertimbangkan, antara lain suku bunga kredit industri padat karya 2%-4%, diskon tarif listrik 40% untuk industri selama 12 bulan, serta perluasan PPh21 karyawan ditanggung pemerintah. 

Selanjutnya: Prabowo Resmikan 17 Stadion Berstandar FIFA Senilai Rp 1,74 Triliun

Menarik Dibaca: Bandung Hujan pada Pagi Hari, Ini Prakiraan Cuaca Besok (18/3) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×