Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastratmaja mengungkapkan bahwa pihaknya telah dilibatkan dalam pembahasan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Jemmy berharap, revisi aturan tersebut dapat segera diterbitkan untuk memberikan kepastian bagi industri tekstil dalam negeri.
Baca Juga: INTERTEX 2025 Hadirkan 500 Perusahaan Tekstil dari 12 Negara
"Betul, kami dilibatkan dalam diskusi ini, meskipun masih ada beberapa usulan yang belum terakomodasi. Kami sangat berharap revisi Permendag ini bisa segera terbit," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/3).
API menilai bahwa beberapa aspek dalam regulasi impor perlu diperbaiki agar industri tekstil nasional dapat lebih terlindungi. Beberapa poin yang diusulkan dalam revisi aturan tersebut meliputi:
- Pendaftaran Merek – Pakaian impor harus memiliki merek yang terdaftar sehingga dapat ditelusuri jika ditemukan produk yang tidak memenuhi standar.
- Pelabelan Berbahasa Indonesia – Setiap produk tekstil impor wajib mencantumkan label dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan konsumen dalam memahami informasi produk.
- Pengawasan Ketat di Perbatasan (Border Control) – Diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap barang impor di titik masuk untuk memastikan hanya produk yang memenuhi regulasi yang dapat beredar di pasar domestik.
Baca Juga: Sritex dan 60 Perusahaan Tekstil Tutup, Industri TPT: Akibat Kebijakan Pro Impor
Menurut Jemmy, pengendalian impor bukanlah hal baru dan telah banyak diterapkan di berbagai negara.
Sayangnya, Indonesia justru tergolong minim dalam menerapkan kebijakan pengendalian impor dibandingkan dengan negara-negara lain.
"Indonesia adalah negara dengan aturan pengendalian impor paling sedikit dibandingkan negara lain seperti China, Amerika Serikat, Uni Eropa, bahkan India," tambahnya.
Pengendalian impor ini, lanjut Jemmy, bukan hanya untuk melindungi industri dalam negeri, tetapi juga untuk melindungi konsumen dari produk berkualitas rendah yang masuk ke pasar lokal.
Dampak terhadap Tenaga Kerja dan Industri Tekstil
Selain itu, Jemmy menyoroti bahwa sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu industri yang menyerap banyak tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang dapat menjaga kelangsungan sektor ini.
"Di negara lain seperti India dan China, sektor TPT dijadikan sebagai salah satu sarana utama untuk menyerap tenaga kerja berpendidikan SLTP dan SLTA. Banyak masyarakat yang berhasil keluar dari kemiskinan melalui sektor ini," ujarnya.
Baca Juga: Perjalanan Perusahaan Tekstil Legendaris, Sritex hingga Akhirnya Benar-Benar Pailit
Sebelumnya, Permendag 8/2024 sempat menuai protes dari para buruh industri tekstil. Mereka menilai bahwa aturan ini justru memberikan kelonggaran bagi masuknya produk tekstil impor, terutama dari China, yang berpotensi merugikan industri dalam negeri.
Buruh khawatir bahwa kelonggaran impor akan memperparah kondisi industri tekstil yang telah mengalami banyak tantangan, seperti penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dalam beberapa waktu terakhir.
Dengan revisi Permendag 8/2024 yang lebih berpihak pada industri lokal, diharapkan sektor tekstil nasional dapat bertahan dan berkembang di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Selanjutnya: Menteri P2MI: Pencabutan Moratorium Pengiriman Pekerja Migran Indonesia 20 Maret 2025
Menarik Dibaca: Ciplaz Perkuat Dukungan UMKM dengan Foodcourt Tuang Riung dan Langit Rasa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News