Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Dalam beberapa bulan ke depan musim kemarau diproyeksi akan kembali melanda Indonesia. Musim kemarau diperkirakan akan kembali menimbulkan bencana kebakaran lahan dan hutan di sejumlah wilayah.
Untuk itu, perlu ada upaya pengendalian kebakaran hutan dalan lahan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan dana desa yang anggaranya hampir mencapai Rp 50 triliun.
Hal itu dikatakan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kamis (10/3).
Ia bilang, dengan memanfaatkan dana desa, maka Indonesia tidak perlu bergantung pada bantuan asing. "Dana asing sudah sedikit, syaratnya pun banyak dan sulit," ujarnya.
Menurut Irman, bantuan asing penuh dengan kepentingan yang bertujuan untuk melemahkan komoditas unggulan Indonesia seperti perkebunan sawit dan industri kehutanan. Sebaliknya dengan memanfaatkan dana desa maka pemberdayaan masyarakat bisa terus digenjot. Bersamaan dengan itu, sosialisasi mencegah masyarakat terlibat dalam pembakaran lahan bisa diintesifkan.
Irman mencontohkan program desa bebas api yang kini dijalankan oleh sejumlah perusahaan, sebagai upaya kolaboratif yang terbukti berhasil menekan titik api.
Ia menyarankan agar pengendalian kebakaran melibatkan seluruh stakeholders, dan tidak saling menyalahkan.Irman juga mengungkapkan, pemerintah perlu lebih terbuka dalam pengelolaan gambut untuk kegiatan ekonomi seperti di Malaysia.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Irsyal Yasman menambahkan, kebakaran disebabkan faktor yang kompleks dari aspek sosial, politik dan ekonomi. Maka penyelesaiannya pun harus komprehensif dan kolaboratif multipihak.
Irsyal menekankan tentang pentingnya kejelasan penguasaan lahan di tingkat tapak sebagai penanggung jawab pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Untuk itu, percepatan perizinan berbasis masyarakat di areal open acces pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, menurut Isryal, anggota Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) terus melakukan persiapan.
Selain berkolaborasi dengan masyarakat di tingkat tapak, APHI juga membangun sistem deteksi dini bekerjasama dengan Persatuan Sarjana Kehutanan. Peningkatan sarana dan prasarana untuk oengendalian kebakaram hutan juga sudah ditingkatkan.
Terkait pengenaan sanksi terhadap perusahaan yang dituduh terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan, Irsyal berharap pemerintah bisa mempercepat proses pencabutan sanksi.
"Pembekuan dan pengambilalihan lahan akan memperluas areal open acces dan meningkatkan konflik sosial. Peluang kebakaran akan makin besar dan pada akhirnya menurunkan kepercayaan perbankan," katanya.
Peneliti Cifor (pusat studi kehutanan internasional) Herry Purnomo mengungkapkan hasil risetnya di Riau menunjukan kebakaran, sebanyak 61% terjadi di areal open acces. Pelaku pembakaran adalah para petualang lahan dengan latar belakang yang beragam, termasuk unsur masyarakat.
Herry juga mengungkapkan, investor kelas menengah menjadi pihak yang paling rawan terlibat dalam pembakaran, karena kerap mengabaikan legalitas. "Untuk melawan pembakaran maka perlu penguatan jaringan orang baik melawan institusi ilegal," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News