Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
Menjadi perusahaan properti termuka di Indonesia tidak diraih dengan mudah. Coba saja tanya kepada Hendro Santosa Gondokusumo pendiri PT Intiland Development Tbk.
Merintis perusahaan properti bersama ayah dan pamannya di tahun 1972 dan berhasil mengerjakan sejumlah proyek besar membuat Hendro berani melangkah ke bisnis ini lebih jauh. Pada tahun 1983, dia mendirikan PT Wisma Dharmala Sakti yang merupakan cikal bakal dari Intiland saat ini.
Di awal perjalanannya, Hendro mampu mengembangkan sejumlah proyek prestisius di utara Jakarta, seperti Teluk Gong, Taman Harapan Indah, Permata Indah, dan reklamasi Pulau Mutiara di Penjaringan, Jakarta Utara. Tak hanya itu, perusahaan pun melebarkan sayap hingga ke Surabaya dan membangun proyek Intiland Tower di kota perjuangan tersebut.
Pada tahun 1989, Wisma Dharmala Sakti bertransformasi menjadi PT Dharmala Intiland Tbk setelah memastikan diri untuk menjadi perusahaan terbuka di Bursa Efek Surabaya dan berlanjut ke Bursa Efek Jakarta tahun 1991.
Salah satu nilai lebih yang ditawarkan Intiland sebagai perusahaan properti adalah dari sisi inovasi dari tiap proyek yang dibangun. Perusahaan ini kerap membangun dengan konsep yang ikonik atau menunjukkan ciri khas. Tak heran jika pada awal tahun 1990-an, Intiland mulai dikenal publik dan menerima sejumlah penghargaan.
Hanya saja, sepak terjang Intiland mulai terusik ketika memasuki tahun 1997. Krisis ekonomi yang mulai melanda kawasan Asia ternyata juga menghampiri Indonesia setahun berikutnya. Seperti halnya banyak perusahaan properti Tanah Air yang mengalami guncangan keuangan, Intiland pun berupaya sekuat tenaga untuk bertahan dari krisis ekonomi 1998.
Ubah wajah perusahaan
Sekretaris Perusahaan Intiland Theresia Rustandi menceritakan bahwa krisis ekonomi telah mengubah total wajah perusahaan ini. Hampir sepanjang satu dasawarsa, perusahaan ini berupaya mempertahankan usaha dan melakukan restrukturisasi utang sehingga tak ada ekspansi bisnis yang dilakukan.
Berbagai cara pun ditempuh untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Ikhtiar ini pun akhirnya sukses pada 29 Juni 2007, ketika Intiland berhasil merestrukturisasi utangnya dengan melakukan konversi utang menjadi saham senilai Rp 1,1 triliun. "Langkah ini menyebabkan perubahan struktur kepemilikan saham dengan masuknya Truss Investment Partners Pte Ltd dan Strands Investment Ltd sebagai pemegang saham baru dengan kepemilikan sebesar 70,23%," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (28/9).
Theresia menjelaskan, setelah berganti struktur pemegang saham dan berganti nama menjadi PT Intiland Development Tbk, perusahaan mulai mengatur strategi untuk pemulihan bisnis.
Tahun 2009 merupakan titik balik dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998 dan 2008. Intiland pun merasakan dampak pemulihan ekonomi ini. Dengan bekal kucuran dana hasil penerbitan obligasi senilai Rp 2,07 triliun, Intiland mulai mengakuisisi lahan seluas 1.450 hektare (ha) di Banten, Tangerang, dan Jakarta.
Sebagai perbandingan, pada tahun 1998, pendapatan perusahaan tercatat hanya Rp 298,6 miliar dengan laba bersih Rp 14,2 miliar. Pada akhir 2015, pendapatan Intiland telah mencapai Rp 2,2 triliun dengan laba bersih Rp 401,5 miliar. Nilai aset perusahaan juga melonjak signifikan dari Rp 2,1 triliun pada tahun 1998 menjadi Rp 10,3 triliun.
Menurut Theresia, kunci strategi restrukturisasi dan transformasi bisnis yang dilakukan selama ini adalah perubahan fundamental di perusahaan, seperti perubahan manajemen, strategi bisnis, dan kultur perusahaan. Perubahan ini pun dipertahankan hingga saat ini.
Regenerasi
Berbeda dengan kebanyakan perusahaan besar lain, PT Intiland Development Tbk bukanlah perusahaan keluarga. Karena itu, regenerasi di perusahaan ini dilakukan berdasarkan kemampuan profesional setiap karyawan.
Dalam rangka mempersiapkan kepemimpinan baru, Intiland tengah melakukan rekrutmen karyawan baru secara masif sejak tahun 2010 lalu. Hal itu juga sejalan dengan banyaknya proyek baru yang dikembangkan perusahaan dan diharapkan mereka juga semakin mengetahui seluk beluk perusahaan.
Menurut Sekretaris Perusahaan Intiland Theresia Rustandi, perusahaan fokus merekrut generasi muda untuk mengisi sejumlah posisi penting, baik di departemen yang sudah ada sebelumnya maupun di departemen yang baru dibentuk. "Perusahaan juga menjalankan program pelatihan kepemimpinan dengan memilih individu-individu yang dinilai potensial untuk menjadi pemimpin-pemimpin masa depan," ujarnya.
Ia bilang, mempersiapkan tongkat estafet ini harus benar-benar dilakukan dengan serius agar perusahaan siap menghadapi perubahan, termasuk dalam hal menghadapi krisis di masa mendatang. Apalagi krisis yang melanda tahun 1997/98 telah mengajarkan banyak hal kepada Intiland.
Perusahaan merasa perlu melakukan pembinaan mental, menciptakan budaya kerja yang produktif, disertai perubahan paradigma dan kemampuan dalam hal kepemimpinan. Untuk melahirkan generasi muda yang siap mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan, Intiland rutin melakukan sosialisasi internal secara intensif.
Untuk itu, Intiland mendayagunakan seluruh kanal komunikasi seperti surat edaran, media internal, poster, newsletter, events, gathering, portal, dan website. Perusahaan juga menyelenggarakan sharing session dalam berbagai forum tentang upaya-upaya perubahan yang telah dan sedang dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News