Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
Tiza melanjutkan, laporan tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia dan Korea Selatan memiliki respon penanganan COVID-19 yang mirip dari sisi penanganan darurat kesehatan serta menunjang masyarakat dan bisnis yang rentan.
Namun, Korea Selatan berhasil memanfaatkan peluang tersebut untuk lebih dari penanganan darurat kesehatan, tetapi juga memanfaatkan momentum rehabilitasi ekonomi dalam memperbaiki iklim dan lingkungan melalui Green New Deal (GND).
Sebaliknya, stimulus fiskal Indonesia atau Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dinilai belum mempertegas tujuannya dalam bidang perbaikan lingkungan.
Baca Juga: Banyak kendala, realisasi investasi sektor minerba baru capai 23,36% dari target
Anggaran penunjang transisi energi dari program PEN di Indonesia hanya berjumlah 0,9%. Bappenas (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional) telah menggarisbawahi pentingnya energi bersih bagi ekonomi secara jangka pendek maupun jangka panjang serta pembentukan lapangan kerja yang lebih baik dari energi konvensional dengan mengeluarkan rekomendasi ‘Build Forward Better’.
"Namun, implementasi tersebut belum terealisasi dalam stimulus fiskal yang ada”, jelas Tiza.
Menurutnya, sama halnya dengan GND di Korea, Indonesia membutuhkan stimulus fiskal yang mendukung transisi energi sembari memotori pemulihan ekonomi jangka pendek.
Para penulis dari laporan juga mengakui bahwa GND di Korea Selatan dan PEN di Indonesia dapat memberikan dorongan yang signifikan bagi sektor lingkungan dan iklim. Namun, beberapa hambatan struktural dan kebijakan yang cenderung bersifat jangka pendek menghambat keberlangsungan jangka panjang.