Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meyakini investasi sektor Energi Baru Terbarukan tidak akan terhambat di tengah wabah Corona yang mendera sejumlah negara termasuk Indonesia.
Direktur Aneka Energi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris bilang investasi pada sektor EBT bersifat jangka panjang sehingga dampak Virus Corona tidak serta merta langsung terasa dampaknya pada arus investasi yang masuk.
"Kalau investasi EBT kan jangka panjang, kalau misalnya sekarang (investor) lagi malas datang ke Indonesia karena ada isu ini ya nunggu dulu reda, kalau sudah nanti datang lagi. Jadi gak terlalu," ujar Harris, Senin (9/3).
Baca Juga: Bauran EBT masih 12,36%, begini strategi Kementerian ESDM kejar target
Untuk itu, ia menyebutkan rencana pemerintah memasang target investasi energi baru terbarukan (EBT) sebesar US$ 17,93 miliar untuk 5 tahun ke depan masih masuk dalam hitungan dan belum terganggu.
Kendati demikian Harris belum bisa mengemukakan realisasi investasi yang sudah masuk sejauh ini.
Dari segi pelaksanaan proyek, Harris mengungkapkan proses pengadaan pada proyek-proyek yang ada masih berjalan hingga saat ini. Di sisi lain, pemerintah juga terus berupaya mematangkan regulasi yang ada.
Sejumlah upaya tersebut dinilai dapat mempercepat hambatan atau kendala yang dialami proyek.
Ia melanjutkan, bukan berarti Kementerian ESDM tidak menaruh perhatian pada sentimen Virus Corona. Yang terang, upaya monitoring juga akan tetap dilakukan.
"Potensi terlambat proyek itu banyak faktornya, tak melulu dari ESDM. Kita melakukan upaya untuk memonitor potensi keterlambatan itu ada apa nggak dan misalkan ada kita akan lihat permasalahannya apa untuk bisa kita selesaikan sama-sama," ujar Harris.
Baca Juga: Potensi energi bersih melimpah, startup EBT mulai bermunculan
Optimisme akan investasi yang tetap berjalan, sebut Harris juga didukung dari membaiknya skema pendanaan dan ketertarikan investor pada sektor EBT yang terjadi secara global.
Menurutnya, selama ini banyak pihak yang telah menunjukkan ketertarikan untuk berinvestasi di Indonesia serta mengaplikasikan pengalaman mereka dalam berbagai proyek di tanah air.
Sayangnya, menurutnya ada sejumlah kendala dalam upaya pengembangan EBT di Indonesia.
"Di proyek kita yang ada sekarang ini ada yang memang disiapkan sungguh-sungguh sehingga bagus, ada juga yang mungkin belum dipersiapkan secara baik sehingga ketika due diligence oleh pihak yang mau membiayai, dilihat risiko-risikonya kok masih sangat besar misalkan," terang Harris.
Selain itu, isi kontrak Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT Perusahaan Listrik Negara juga menjadi aspek yang menjadi pertimbangan bagi para investor.
Harris menambahkan, upaya pengembangan pembangkit EBT seperti PLTS dan PLTB di Indonesia memiliki kendala pada sistem kelistrikan yang belum memungkinkan untuk menerima pembangkit intermiten dengan jumlah yang besar.
Baca Juga: Perpres harga listrik EBT menanti tanda tangan Presiden Joko Widodo
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi bilang target perolehan investasi sektor EBTKE mulai tahun 2020 ditargetkan mencapai US$ 2 miliar. Kemudian bakal naik di tahun 2021 menjadi sebesar US$ 4 miliar.
Dilanjutkan pada tahun 2022 sebanyak US$ 5 miliar. Dan kemudian untuk tahun 2023 ditargetkan mencapai US$ 4 miliar. Sedangkan untuk tahun 2024, investasi di sektor ini kembali naik hingga mencapai US$ 5 miliar.
Agung bilang, saat ini pemerintah berkomitmen meningkatkan penambahan kapasitas pembangkit EBT hingga 9.051 megawatt (MW) dalam lima tahun.
Untuk tahap pertama, yakni di tahun ini sebesar 687 MW. Kemudian dinaikkan hingga 1.001 MW pada tahun 2021. Kenaikan kapasitas pembangkit EBT akan mencapai 1.922 MW di tahun 2022 mendatang.
Sementara pada tahun 2023, kenaikan agak melandai karena ditargetkan hanya naik 1.778 MW. Dan gong-nya pada tahun 2024 mendatang, di mana penambahan kapasitas pembangkit EBT mencapai 3.664 MW.
Menurut Agung, dengan target investasi dan penambahan kapasitas pembangkit EBT tersebut, peluang lapangan kerja di sektor energi baru terbarukan akan meningkat.
"Jika target US$ 20 miliar terealisasi, maka akan membuka lapangan kerja baru sekaligus bisa mengakselerasi capaian bauran energi. Kami memperkirakan nilai investasi ini mampu serap tenaga kerja melebihi tahun-tahun sebelumnya," terang Agung dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News