kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CPO Fund menanti Permen ESDM


Kamis, 28 Mei 2015 / 19:35 WIB
CPO Fund menanti Permen ESDM
ILUSTRASI. Petugas PLN melayani penambahan daya listrik


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau CPO Supporting Fund pada 25 Mei 2015.

Namun sayangnya, penggunaan dana tersebut belum bisa jalan. Lantaran harus menunggu Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengakui bahwa penerbitan Perpres tersebut juga sedikit terlambat dari yang dijadwalkan karena masalah legalisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

“Tapi yang penting, ini jalan dulu, karena kemarin pemerintah memang belum siap dengan aturannya. Tapi tahun depan, ketika kewajiban mandatori jadi 20% biodiesel sebagai campuran pasti semuanya akan lancar dari awal tahun,” ujarnya di Kantor Pusat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Kamis (28/5).

Rida mengaku lebih memilih melihat dampak positif dari diterapkannya kewajiban mandatori bagi industri kelapa sawit dalam jangka panjang. Menurut Rida, dengan kondisi harga minyak kelapa sawit (CPO) yang sampai saat ini masih rendah, tentu akan membantu perusahaan perkebunan sawit nasional dan asosiasi produsen biofuel menjual produknya ke perusahaan macam PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, dan PT Total Indonesia yang terkena kewajiban pencampuran 15% biodiesel tersebut. "Saat ini pelaksanaannya tinggal menunggu Permen ESDM," terangnya.

Dilihat dari jangka panjangnya, kata Rida, nantinya, impor BBM akan berkurang sebanyak 20%, kemudian mampu menghemat devisa, lalu menyelamatkan industri CPO itu sendiri. "Saya yakin dengan berkurangnya minat perusahaan sawit menjual produknya ke luar negeri, harga CPO dunia akan naik lagi dan tentu itu menguntungkan bagi mereka,” katanya.

Dia menambahkan, peraturan menteri keuangan akan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pengelola dan besaran tarif CPO Fund, rencananya akan diisi perwakilan pemerintah dan pengusaha. "Targetnya, awal Juni sudah jadi semua," tandasnya.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Dadan Kuadiana menambahkan, Kementerian ESDM memperkirakan dengan mulai berlakunya aturan CPO fund yang mewajibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit menyetor dana US$ 50 per ton untuk CPO dan US$ 30 per ton untuk produk turunannya ketika hendak menjualnya ke luar negeri, maka perusahaan-perusahaan tersebut akan lebih memilih menjualnya ke produsen biofuel dalam negeri.

Diperkirakan serapan biodiesel lebih sedikit dari target awal 2,5 juta ton sampai 3 juta ton. Karena meskipun mandatori sudah berlaku sejak April 2015, namun serapannya masih sedikit akibat aturan CPO fund yang baru terbit Mei ini. Tanpa adanya kewajiban membayar CPO fund, perusahaan kelapa sawit sampai aturan itu terbit masih lebih memilih ekspor.

“Dengan aturan CPO fund ini, saya perkirakan serapan biodieselnya maksimal 1,7 juta kiloliter (KL) dari yang diserap Pertamina yang menjual BBM bersubsidi (PSO pemerintah). Sementara kalau ditambah dengan yang diserap PT AKR Corporindo, Total, dan Shell masih bisalah mencapai 2,5 juta KL,” ujar Dadan.

Kementerian ESDM menurut Dadan sudah meminta perusahaan swasta ritel BBM untuk menjalankan mandatori sejal April 2015. Namun hal tersebut tak didukung, lantaran Pertamina menjadi patokan juga belum mencampurkan sesuai mandatori.

Ia menandaskan, untuk 2016 ketika pemerintah mewajibkan mandatori campuran biodisel sebesar 20%, Dadan berhitung potensi biodiesel yang akan terserap bisa mencapai 6,7 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×