Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aspek dinamika politik domestik dan global perlu menjadi perhatian dalam agenda Just Energy Transition Partnership (JETP). Gagasan itu disampaikan oleh Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Novia Xu, dalam sebuah diskusi media seputar tantangan dan peluang JETP yang berlangsung Selasa (22/8).
Dia mencontohkan, perubahan pemimpin dalam pemerintahan bisa saja mengubah aspirasi pemerintah terhadap agenda JETP. Itulah sebabnya, diperlukan antisipasi seperti misalnya safeguard mechanism untuk prioritas transisi energi ketika terjadi pergantian presiden dan pemerintahan pasca-pemilu 2024.
Setali tiga uang dengan politik domestik, dinamika politik global, menurut Novia, juga perlu diantisipasi untuk menjamin kesuksesan program JETP. Sebab, dinamika politik di tingkat global bisa saja mengubah prioritas negara-negara yang tergabung dalam International Partners Group (IPG).
“Contoh, persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok itu dikhawatirkan bisa mengubah mayoritas dari IPG. (Misal) Mereka menganggap mungkin rivalitas antara Amerika dan Tiongkok eskalasi semakin tinggi nih, ‘ya sudah kita (negara-negara IPG) fokus ke situ saja, energi transisi yang dilakukan di Indonesia kita tunda dulu’, itu ada kemungkinan terjadi seperti itu,” ujar dia.
"Perlu ada respons dari kita, mitigasi kalau itu terjadi seperti apa, itu harus dipersiapkan dari sekarang,” imbuhnya lagi.
Baca Juga: Menilik Alasan di Balik Penundaan Peluncuran CIPP JETP
Direktur Eksekutif CSIS Indonesia, Yose Rizal Damuri, menambahkan bahwa pemerintah Indonesia perlu mengkaji opsi untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara di luar IPG.
“Jadi kalau IPG kan mungkin terbatas ya, jadi bagaimana kalau kita menjalin misalnya kalau kita kemudian mendapat tawaran juga dari Tiongkok, apakah kemudian IPG yang dalam tanda kutip banyak di-drive G7 bisa menerima dengan gampang atau enggak,” tuturnya di acara yang sama.
Seperti diketahui, komitmen pendanaan JETP diluncurkan pada November 2022 lalu di Konferensi TIngkat Tinggi (KTT) G20 Bali. Dalam JETP, RI bersama dengan International Partners Group (IPG) yang melibatkan Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Britania Raya, bersepakat untuk menjalankan kerja sama pendanaan untuk proses dekarbonisasi sektor energi Indonesia.
Mereka berjanji untuk mengumpulkan dana US$ 20 Miliar dari berbagai sumber dalam periode 3-5 tahun. Sebanyak US$ 160 juta atau Rp 2,4 triliun di antaranya merupakan dana hibah.
Baca Juga: Jor-Joran Beri Subsidi ke Energi Fosil, Investasi EBT Jadi Terhambat
Sedianya, dokumen investasi dan kebijakan komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) JETP dijadwalkan meluncur pada 16 Agustus 2023. Hanya saja, pelaksanaannya kemudian ditunda ke akhir 2023.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, dokumen CIPP JETP hendak dikonsultasikan kepada publik terlebih dahulu serta dihitung ulang perencanaannya sebelum diluncurkan.
“Dua hal itu yang perlu waktu agar dokumennya semakin lengkap dan workable,” ujar Dadan kepada Kontan.co.id pada Rabu (16/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News