Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kalangan industri mengimbau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk tidak kembali menaikkan cukai pada 2016, kendati capaian penerimaan cukai tembakau di paruh pertama 2016 baru mencapai 30,8 % dari target APBNP 2016.
Hingga Juni 2016, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membukukan Rp 43,7 triliun dari penerimaan cukai hasil tembakau, angka ini 27,26 % lebih rendah dari capaian tahun lalu di periode yang sama.
Anjloknya penerimaan ini membuat Direktorat Jenderal Bea Cukai mengambil ancang-ancang perubahan kebijakan cukai demi menutup target penerimaan negara tahun ini.
Dilansir sebelumnya, Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan pihaknya tengah mempertimbangkan untuk melakukan percepatan penyesuaian cukai hasil tembakau demi mengejar tambahan target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 1,79 triliun dalam APBNP 2016.
Pada 2015, penyesuaian tarif cukai hasil tembakau diumumkan pada November 2015 dan tarif baru berlaku efektif pada 1 Januari 2016.
Diwawancara selepas diskusi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait rencana percepatan penyesuaian tarif cukai, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Muhaimin Moefti menyatakan keberatan apabila cukai naik lagi tahun ini.
Masalahnya, kata Moefti, industri rokok dalam dua tahun ke belakang mengalami stagnan. "Produksi semester 1 di tahun ini sekitar 156 miliar batang, ini mengalami penurunan 5 % di banding tahun lalu," katanya.
Jika cukai dipercepat dinaikkan, tentu akan memberatkan industri. "Kondisi ini juga akan merusak cash flow," lanjutnya.
Moefti meminta pemerintah untuk mendukung industri rokok dalam kondisi penurunan ini. "Kalau bisa kenaikan cukai dilakukan ketika kondisi industri sudah membaik," jelasnya.
Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan volume produksi hasil tembakau mengalami penurunan sebesar 4,8 % menjadi 156 miliar batang di semester 1 2016.
Sebelumnya, Sekretaris Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (FORMASI) Suhardjo sudah terlebih dahulu memprotes rencana percepatan cukai ini.
“Kalau dinaikkan lagi dalam satu atau dua bulan ini akan membuat daya beli masyarakat menurun,” terang Suharjo.
Suharjo mengakui bahwa saat ini pertumbuhan industri masih stagnan dan agak kendor.
Kondisi ini merupakan dampak dari pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan industri untuk membayarkan cukai di tahun berjalan.
Dengan berlakunya peraturan tersebut, pendapatan cukai di Januari dan Februari 2016 sudah diambil di Desember 2015.
Selain itu, tekanan kenaikan tarif ini dikhawatirkan akan makin menyuburkan peredaran rokok ilegal. (Sanusi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News