kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cukupkah mekanisme safeguard untuk lindungi industri dalam negeri?


Rabu, 04 Desember 2019 / 21:57 WIB
Cukupkah mekanisme safeguard untuk lindungi industri dalam negeri?
ILUSTRASI. Pekerja memproduksi kaos di industri tekstil PT Lima Satria, Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/10). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww/18


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi

Oleh karenanya, selagi tindakan pengamanan dilakukan, pemerintah dan pelaku sektor industri juga harus bekerja sama dengan lebih intens untuk membenahi faktor-faktor daya saing industri yang menyebabkan produk dalam negeri kalah bersaing. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan membicarakan struktur biaya produksi dari produk yang dilindungi melalui tindakan pengamanan. 

Menurut Shinta, umumnya inefisiensi pada struktur biaya produksi bisa dipicu oleh dua faktor, yakni beban regulasi seperti maupun beban biaya usaha yang berada di luar kendali perusahaan seperti misalnya harga listrik, energi, maupun biaya tenaga kerja ataupun faktor internal dari perusahaan itu sendiri. Dengan demikian, persoalan daya saing seharusnya bisa terselesaikan apabila kedua faktor tersebut dibenahi.

Shinta juga menambahkan bahwa pendekatan yang dilakukan tidak bisa mengandalkan kaca mata yang terlalu general, sebab setiap sektor memiliki kebutuhannya sendiri serta struktur biaya yang berbeda. Pada industri tekstil misalnya, Shinta menilai salah satu penyebab utama inefisiensi pada industri tekstil terletak pada kurangnya investasi teknologi dan inovasi pertekstilan di dalam negeri. 

Baca Juga: Ada tiga produk impor yang berpotensi merugikan industri dalam negeri, apa saja?

Ia mencatat banyak pabrik tekstil yang mesin produksinya sudah berusia lebih dari 10 tahun. Hal ini pada gilirannya menyebabkan penggunaan energi yang boros serta biaya maintenance yang tinggi sehingga revitalisasi mesin menjadi salah satu solusi untuk industri tekstil. Sementara itu, industri lain tentunya akan memiliki permasalahan yang berbeda serta membutuhkan solusi yang berbeda pula.

Sayangnya, biasanya setelah pengenaan tindakan pengamanan hampir tidak ada pembicaraan antara pemerintah dengan pelaku sektor untuk membenahi permasalahan daya saing produk tersebut.

“Karenanya kita tidak pernah naik kelas dan cenderung bergantung pada mekanisme safeguard untuk survive di pasar dalam negeri,” ujar Shinta kepada Kontan.co.id (4/12).



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×