Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman wabah virus corona (Covid-19) masih membayangi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Tidak tanggung-tanggung, dampak sistemik yang ditimbulkan oleh virus yang kini telah berkembang menjadi pandemi tersebut bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) apabila tidak segera ditindaklanjuti.
Ancaman risiko PHK dipicu oleh menurunnya pasar pakaian jadi maupun produk tekstil jadi lainnya di dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa mengatakan terdapat indikasi penurunan daya serap pasar lokal terhadap produk tekstil dalam negeri. Hal ini tercermin dari mulai tidak beroperasinya penjual di pasar tradisional seperti yang terjadi di Pasar Tanah Abang.
Baca Juga: Ekspor industri manufaktur meningkat 10,93% di dua bulan pertama tahun ini
Tanda-tanda penurunan konsumsi produksi tekstil juga sudah mulai dirasakan. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wiraswasta memperkirakan permintaan pasar produk tekstil jadi sepanjang Maret hingga Mei tahun ini bisa turun hingga 50%.
Padahal, berdasar tren yang ada sebelumnya, permintaan di kuartal yang terdapat bulan lebaran di dalamnya biasanya bisa meningkat hingga dua kali lipat. Oleh karenanya, Redma menilai, dengan menimbang kondisi yang ada saat ini, pasar produk pakaian jadi dalam negeri tahun ini secara setahun penuh bisa saja turun hingga sebanyak 20% dibanding tahun lalu ke level 1,7 juta ton.
Di sisi lain, terdapat indikasi kenaikan impor produk tekstil jadi. Apalagi, beberapa negara tertentu yang sudah lebih dahulu terjangkit pandemi corona sudah mulai pulih industrinya. Dengan demikian, terdapat potensi lonjakan arus produk tekstil jadi impor dengan harga yang murah.
Kedua kondisi di atas pada gilirannya berpotensi menekan arus kas alias cashflow pelaku industri TPT dari hulu hingga ke hilir. Pasalnya, permintaan yang lesu bisa memicu penundaan pembayaran alias delay payment antar rantai produksi yang ada dari hilir hingga ke hulu.
Baca Juga: Industri manufaktur berpotensi tertekan akibat wabah corona
Dalam kondisi yang demikian, opsi pemutusan hubungan kerja bukanlah merupakan opsi yang bisa saja dilakukan apabila kondisi sudah mendesak. “Akan ada keterpaksaan untuk melakukan PHK, karena marketnya kecil tapi pasokan impornya meningkat,” kata Redma dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara virtual pada Senin (23/03).
Menimbang situasi yang demikian, API dan Apsyfi meminta dukungan stimulus pemerintah maupun beberapa pemangku kepentingan lainnya untuk memperkuat arus kas pelaku industri TPT dan menekan volume importasi produk tekstil jadi yang masuk ke dalam negeri.
Tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga agar kegiatan produksi tetap berjalan optimal tanpa adanya pemutusan PHK. Apalagi, angka tenaga kerja yang dilibatkan dalam kegiatan produksi sektor TPT tidaklah sedikit, yakni bisa mencapai kurang lebih 3 juta orang.
Dalam hal ini, bentuk dukungan untuk memperkuat arus kas dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti misalnya pemberian fasilitas penundaan pembayaran 50% tagihan PLN untuk 6 bulan ke depan, yakni pada periode April hingga September 2020, pemberian diskon tarif waktu beban idle untuk pukul 22.00-06.00 sebesar 50%, penurunan bunga kredit pinjaman, perpanjangan masa pembayaran PPN keluaran menjadi 90 hari, keringanan pajak PPH Badan sebesar 50% untuk tahun 2020, dan sebagainya.
Baca Juga: Wabah Corona Tak Ganggu Ekspor Sritex (SRIL) dan Pan Brothers (PBRX)
Sementara itu, upaya untuk menekan arus importasi produk tekstil jadi dalam negeri bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti misalnya mempercepat bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) alias safeguard definitif dan pengetatan verifikasi dalam pemberian persetujuan impor TPT.
“Karena percuma kalau cashflow-nya dibantu tapi marketnya tidak terproteksi, sebaliknya, perlindungan market untuk produk dalam negeri juga menjadi kurang efektif apabila arus kas perusahaan lemah,” terang Redma (23/03).
Meski bayang-bayang risiko ancaman PHK masih mengintai, API dan Apsyfi menegaskan bahwa pihaknya masih melakukan kegiatan produksi secara optimal dan belum melakukan PHK dengan utilisasi produksi sejauh ini.
Baca Juga: APSyFI: Pusat logistik berikat memuluskan impor dan tekan laju tindustri teksti
Meski tidak bisa dipukul rata, Jemmy mengungkapkan bahwa arus kas yang ada sementara ini masih bisa menunjang kegiatan produksi. Sayangnya, ia tidak merinci hingga kapan arus kas yang ada bisa menunjang kegiatan produksi di sektor TPT.
Pun perihal potensi PHK, Jemmy tidak menyebutkan seberapa besar ancaman risiko PHK yang tengah membayangi industri TPT saat ini. “Kami menjadikan PHK sebagai opsi terakhir dalam mempertahankan usaha, sehingga kalau bertanya berapa angkanya kami tidak punya angka karena kami tidak menjadikan itu sebagai alternatif terakhir untuk menyelamatkan usaha,” ujar Jemmy (23/03).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News