kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Data berbeda, pemerintah tarik-menarik masalah impor garam


Rabu, 07 September 2011 / 15:15 WIB
Data berbeda, pemerintah tarik-menarik masalah impor garam
ILUSTRASI. Pengacara senior sekaligus kuasa hukum Maybank, Hotman Paris Hutapea melakukan konferensi pers terkait kasus yang menimpa Maybank di Kafe Jetski, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (9/11/2020). Tribunnews/Jeprima


Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Perbedaan perhitungan jumlah kebutuhan garam konsumsi antara Kementerian Perindustrian (Kemperin) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ditengarai lantaran kedua lembaga ini memegang data yang berbeda.

"Karena ada kejadian ini, saya usulkan supaya ada penyeragaman pendataan jumlah konsumsi garam," ucap Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Rabu (7/9).

Seperti yang KONTAN beritakan sebelumnya, KKP mengoreksi jumlah kebutuhan garam konsumsi tahun ini lebih kecil dari hitungan Kemperin. Menurut hitungan KKP, kebutuhan garam konsumsi tahun ini hanya 1,1 juta ton, tak sampai 1,6 juta ton seperti yang dinyatakan Kemperin.

Hal ini menjadi penting karena akan mempengaruhi hitungan KKP terhadap surplus garam yang diprediksi bisa mencapai 300.000 ton tahun ini. Karena KKP optimistis garam akan surplus, maka KKP menolak untuk impor garam.

Kemperin sejatinya tidak mempermasalahkan impor garam tetap di lanjutkan, seperti usulan Kementerian Perdagangan (Kemdag). Sebab hingga kini pasokan garam dari dalam negeri belum memenuhi seluruh kebutuhan domestik.

Pada 2010, kebutuhan garam di dalam negeri yang sebanyak 1,4 juta ton hanya bisa terpenuhi sebanyak 30.000 ton dari petani garam rakyat. "Kualitas produk dalam negeri juga masih belum memenuhi standar untuk dapat dikonsumsi masyarakat," tambah Dirjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian Panggah Susanto.

Garam lokal dengan kualitas saat ini seharusnya hanya dibeli dengan harga Rp 300 per kilogram (kg) padahal para petani garam mengharapkan sekitar Rp 700 per kg. Secara bertahap kualitas garam dalam negeri mulai membaik sehingga dapat dibeli dengan harga Rp 500-Rp 600 per kg.

Apalagi, jarak antara produksi dengan konsumsi relatif terlalu dekat. Hal tersebut tidak memungkinkan adanya peluang untuk menyisakan produksi garam sebagai cadangan. Produksi dalam negeri dalam kondisi normal tercatat sekitar 1,2 juta ton-1,4 juta ton, sedangkan konsumsi terpatok pada 1,4 juta ton. "Kalau ada masalah cuaca maka produksinya langsung turun," ujarnya.

Perluasan lahan

Untuk memecahkan masalah kekurangan pasokan garam dari petani lokal, pemerintah merencanakan perluasan lahan produksi baru. Kira-kira pemerintah membutuhkan lahan sebesar 10.000 hektare (ha) untuk menambah hasil produksi garam mencapai 1,6 juta ton.

Saat ini proses perluasan lahan produksi baru itu masih pada tahap negosiasi dengan pemilik lahan. Sementara perencanaan detail rencana tersebut sudah selesai. Rencananya, ekstensifikasi lahan akan difokuskan pada daerah yang memiliki kelembapan dan curah hujan yang rendah. Misalnya, Nusa Tenggara Timur, Madura, dan lokasi-lokasi kecil lain.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×