Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan yang menjadikan aktivitas merger dan akuisisi (M&A) sebagai inti strategi transformasi terbukti melesat lebih cepat dibandingkan pesaing tradisional. Menurut laporan terbaru Deloitte bertajuk The Growth Transformer’s Playbook perusahaan-perusahaan ini mencatat peningkatan nilai pemegang saham rata-rata hingga 464%, dua kali lipat rata-rata indeks S&P 1200 yang hanya 157%.
Laporan ini menganalisis lebih dari 2.000 transaksi besar sejak tahun 2015 dan menyimpulkan bahwa perusahaan yang berani mengambil langkah strategis seperti akuisisi, divestasi, serta kolaborasi lintas ekosistem atau yang disebut sebagai growth transformers akan menjadi motor utama pertumbuhan di tengah tantangan global, termasuk nasionalisme ekonomi dan disrupsi teknologi. Menurut Deloitte, perusahaan ini ternyata berhasil mendefinisikan ulang cara menciptakan nilai, menjangkau pasar baru ddan membangun bisnis model yang relevan.
Di kawasan Asia Tenggara, menurut Deloitte kondisi M&A menghadapi berbagai tantangan struktural namun bisa juga menjadi peluang besar. Deloitte menyebut, pendekatan transformasional bisa menjadi panduan bagi para pemimpin bisnis untuk menciptakan nilai berkelanjutan pada setiap tahap proses transaksi.
Baca Juga: Regulasi Rumit Gagalkan Transaksi Merger dan Akuisisi di Australia
Temuan Deloitte memaparkan jika transaksi M&A akan menciptakan pengembalian nilai bagi pemegang saham perusahaan sebesar 464%, dua kali lipat dari rata-rata S&P 1200 yang hanya 157%.
Deloitte juga memaparkan jika 47% CEO saat ini menjadikan AI dan teknologi canggih menjadi prioritas utama investasi, bukan hanya untuk efisiensi, tetapi transformasi fundamental model bisnis.
Selain itu, perusahaan yang memiliki strategi sinergi dengan target akuisisi baik dari biaya, pendapatan maupun strategi mampu melampaui target transaksi rata-rata sebesar 23%.
Deloitte juga menyebut jika organisasi yang berinvestasi pada tenaga kerja dan keterampilan digital menunjukkan tingkat inovasi 30% lebih tinggi.
Menurut riset Deloitte ada enam praktik yang membedakan para pemimpin M&A untuk transformasi:
1. M&A sebagai mandat kepemimpinan yang terintegrasi dalam visi jangka panjang.
2. Memaksimalkan portofolio secara berkelanjutan dengan pendekatan “always on”.
3. Transformasi paralel dengan transaksi, mengintegrasikan kapabilitas digital dan teknologi sejak awal.
4. AI sebagai inti strategi, membuka model bisnis dan sumber pendapatan baru.
5. Kolaborasi lintas sektor dengan startup, hyperscaler, dan private equity.
6. Tenaga kerja masa depan yang tangguh, adaptif, dan menguasai keterampilan digital serta AI.
Menurut David Hill, CEO Deloitte Asia Pacific, di tengah dinamika kondisi bisnis saat ini mulai dari geopolitik, perubahan rantai pasok hingga perkembangan AI dan isu keberlanjutan diperlukan respon transformasi. "M&A saat ini bukan sekedar transaksi tetapi langkah strategis dan penuh tujuan untuk mempercepat transformasi," ujar dia dalam rilis Selasa (14/10).
Banyak organisasi kini mengelola bisnisnya layaknya portofolio dengan terus menyeimbangkan dan mengambil keputusan yang cermat. Karena itu bagi David, transformasi itu bukan pilihan. "Ini adalah harga dari relevansi, sementara ketidakaktifan justru menjadi risiko terbesar," jelas dia.
Di tahun 2025, kondisi M&A di Asia Tenggara diwarnai tantangan seperti perbedaan ekspektasi harga (bid-ask spread), siklus keluar (exit) yang lambat, serta keengganan penjual melepaskan kendali terutama di sektor energi terbarukan dan infrastruktur digital. Menurut Deloitte hal ini disebabkan, kompleksitas regulasi dan integrasi pascamerger, khususnya dalam aspek teknologi dan SDM, turut menjadi hambatan.
Meski demikian, minat investor tetap kuat berkat arus modal stabil, kebijakan regulasi pragmatis, dan prospek domestik yang positif. Aktivitas M&A menurut Deliotte dipimpin sektor teknologi, layanan kesehatan, telekomunikasi, dan energi terbarukan. Konsolidasi pasar, penyesuaian valuasi, dan pembiayaan yang membaik diperkirakan akan mendorong volume transaksi ke depan.
Private equity (PE) juga memainkan peran sentral, terutama di Singapura dan negara-negara tetangga, dengan fokus pada aset matang dan strategi keluar melalui trade sale maupun transaksi sekunder.
“M&A transformasional adalah mesin pertumbuhan yang dibutuhkan bisnis untuk melaju ke depan,” ujar Muralidhar M.S.K., Strategy, Risk & Transactions Leader, Deloitte Asia Tenggara. Melalui transaksi strategis ini, perusahaan dapat menata ulang portofolio dan membangun kapabilitas baru untuk memperkuat ketahanan dan relevansi bisnis di kawasan ini.
Laporan ini menyoroti para growth transformers menjadikan AI dan teknologi canggih sebagai fondasi strategi mereka. Teknologi seperti generative AI, robotika, komputasi kuantum, dan machine learning dipandang bukan hanya sebagai tantangan, tetapi juga peluang inovasi.
Sebanyak 47% CEO mengutamakan investasi AI dalam strategi M&A, dengan lebih dari 52% meyakini bahwa AI akan menjadi pendorong utama pendapatan masa depan.
Transformasi rantai pasok juga menjadi fokus. Dengan real-time analytics, perusahaan mengubah rantai pasok menjadi motor pertumbuhan, menciptakan model baru seperti logistics-as-a-service dan memperkuat kemitraan strategis.
“M&A transformasional kini menjadi katalis utama reinvensi bisnis di Asia Pasifik,” jelas Rob Hillard, Consulting Businesses Leader, Deloitte Asia Pacific. Ini lebih dari sekadar efisiensi menurut dia, ini tentang menciptakan model bisnis baru dan nilai strategis jangka panjang.
Deloitte juga menegaskan kesiapan tenaga kerja memiliki peran krusial dalam kesuksesan M&A. Organisasi dengan investasi besar pada keterampilan digital dan budaya adaptif mencatat tingkat inovasi yang lebih tinggi dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Tenaga kerja yang menguasai AI dan memiliki literasi digital tinggi menjadi pembeda utama di pasar yang semakin kompetitif.
Peran Private Equity
Private equity kini mengadopsi pendekatan lebih disiplin dan berorientasi nilai. Dengan dana “dry powder” sekitar US$2,3 triliun, fokus mereka adalah mentransformasi industri dengan menyasar perusahaan yang memiliki potensi tersembunyi.
Laporan dari Deloitte juga menyoroti pengakuisisi yang berhasil mengelola sinergi secara aktif mampu menciptakan nilai hingga 1,3 kali dari target efisiensi biaya, bahkan dalam beberapa kasus mencapai dua kali lipat.
"Para CEO yang mendefinisikan ulang pasar adalah mereka yang memanfaatkan M&A transformasional sebagai katalis reinvensi," ujar Jiak See Ng, Strategy, Risk & Transactions Leader, Deloitte Asia Pacific. Menurut dia, dengan membangun kemitraan strategis lintas ekosistem dari private equity, startup, hingga mitra teknologi para growth transformers bisa menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan dan berbasis tujuan.
Selanjutnya: Purbaya Ungkap Belanja Pemerintah Pusat Tumbuh Tipis per September2025,Terserap 59,7%
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Snack Fair Periode 1-15 Oktober 2025, Beli 1 Gratis 1 Lay’s-Cheetos
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News