kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

DEN: Program kilang Pertamina penting untuk ketahanan energi dan ketergantungan impor


Rabu, 10 Juni 2020 / 08:04 WIB
DEN: Program kilang Pertamina penting untuk ketahanan energi dan ketergantungan impor
ILUSTRASI. Kilang minyak Balongan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Energi Nasional (DEN) mendukung penuh langkah PT Pertamina dalam melanjutkan program megaproyek pembangunan kilang. Langkah ini ditempuh sebagai bagian dari upaya menjaga ketahanan energi serta demi mengurangi dan menghilangkan ketergantungan atas lonjakan impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto menyampaikan, kebutuhan BBM Indonesia dalam Rencana Energi Umum Nasional (RUEN) sampai tahun 2050 sebesar 3,7 juta barel per day (bpd). "Saat ini, sebagian besar di suplai dari kilang dalam negeri. Namun sebagian masih impor sampai tahun 2024 - 2025," kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (9/6).

Dia memaparkan, pembangunan kilang merupakan salah satu strategi kebijakan energi jangka panjang yang disiapkan oleh pemerintah. Kementerian ESDM pun menetapkan peningkatan kapasitas kilang minyak nasional menjadi lebih dari 2 juta bpd pada tahun 2025 melalui Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Roof Refinery (GRR).

Baca Juga: Perusahaan Tiongkok bakal investasi US$ 8 miliar untuk proyek kilang di Batam

"Seandainya punya storage yang lebih besar di masa pandemi seperti ini, kita bisa menampung banyak minyak dalam negeri," ungkap Djoko.

Dia menyebut, untuk memudahkan dalam mengeksekusi program tersebut, Pemerintah telah membekali payung hukum kepada Pertamina. Selain ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.

Kementerian ESDM juga menerbitkan 4 Keputusan Menteri ESDM tentang penugasan kepada Pertamina dalam pembangunan kilang di Bontang (Kalimantan Timur), Cilacap (Jawa Tengah), Tuban (Jawa Timur) dan Balikpapan (Kalimantan Timur).

"Dengan begitu Pertamina bisa menjalankannya, mencari dananya. Bisa bekerja sama dengan pihak lain, baik dalam maupun luar negeri ataupun dengan pembiayaan sendiri," jelas Djoko.

Baca Juga: Pemerintah optimistis investasi kilang minyak di dalam negeri masih menarik

Djoko menguraikan indikator ketahanan energi sangat ditentukan oleh kemampuan produksi kilang BBM dan LPG dalam memenuhi 100% kebutuhan domestik. Apalagi, periode penyimpanan BBM dan LPG bisa hingga 30 hari konsumsi.

"Dengan percepatan pembangunan kilang, maka persentase produksi kilang BBM dan LPG untuk domestik akan meningkat. Sehingga nilai indikator penyediaan BBM dan LPG ikut meningkat. Tentu, ini mempengaruhi peningkatan ketahanan energi," tegas Djoko.

Di sisi lain, sebagai pelaksana megaproyek tersebut, keputusan untuk melanjutkan pembangunan kilang di tengah masa pandemi Covid-19 dinilai penting bagi PT. Pertamina. Pertimbangan ini diambil mengingat Pertamina akan mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan dalam negeri jika dihadapkan pada kondisi kilang saat ini.

"Kilang Pertamina sendiri umurnya memang sudah tidak muda lagi. Terakhir yang kita bangun adalah Kilang Balongan. Karena rata-rata kilang berumur, competitiveness merupakan tantangan tersendiri kepada Pertamina," kata Amir H.Siagian selaku SVP Project Execution Direktorat Megaproyek Pengolahan & Petrokimia Pertamina.

Amir menjelaskan, kilang Pertamina dirancang hanya untuk mengolah minyak mentah (crude) jenis sweet atau memiliki kandungan sulfur yang relatif rendah. Sementara sebagian besar crude baik impor maupun domestik akan menjadi Sour. "Ini yang membuat margin akan terus menurun. Makanya, kilang yang akan kita bangun basisnya minyak berat, contoh di Tuban," jelasnya.

Baca Juga: Ditinggal partner, Pertamina tunda proyek US$ 15 miliar

Tak hanya itu, kilang yang dikelola oleh Pertamina sebagian besar dengan teknologi lama sehingga memiliki daya saing rendah. "Kompleksitas kilang kita itu rata-rata di bawah 9, tentunya dengan angka segitu operating costnya masih tinggi," tutur Amir.

Amir berharap melalui kelanjutan megaproyek ini dapat kebutuhan energi dalam negeri dengan mempertimbangkan kualitas produk, standar ramah lingkungan dan mencatat kinerja keuangan perusahaan yang positif, terlebih setelah mendapat dukungan penuh dari Pemerintah. "Peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah sangat membantu kami misalnya dalam hal perizinan," tutup Amir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×