Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
Tekanan untuk Perusahaan
Namun, kombinasi ekspor yang lebih rendah dan melambatnya permintaan dari PLTU captive menekan para produsen batubara.
Di saat yang sama, mereka juga menghadapi kenaikan biaya pemerintah dan harga bahan bakar.
Margin keuntungan Bayan, salah satu penambang terbesar, telah menurun selama tiga tahun berturut-turut.
Sementara margin kuartal pertama Bukit Asam turun ke bawah rata-rata tahunan sejak 2010, menurut data LSEG. Hal ini disebabkan oleh naiknya pembayaran royalti dan biaya operasional.
Baca Juga: Permintaan Global Melemah, Ekspor Batubara Indonesia Tertekan hingga 2026
Saham lima produsen batubara terbesar Indonesia berdasarkan volume produksi turun antara 1% hingga 18% sepanjang tahun ini, jauh tertinggal dari indeks pasar saham yang tumbuh hampir 7%.
Saham Adaro turun 18%, sementara Golden Energy Mines dan Bukit Asam masing-masing kehilangan lebih dari 10% nilai sejak awal tahun.
Perusahaan-perusahaan tersebut tidak merespons permintaan komentar dari Reuters.
Pada April lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan tarif royalti baru untuk batubara, nikel, dan mineral lain guna mendukung rencana belanja besar Presiden Prabowo.
Beberapa perusahaan besar menikmati penurunan tarif efektif, namun lainnya harus menghadapi kenaikan hingga 1 poin persentase.
Pada 2024, royalti menyumbang 16% dari struktur biaya rata-rata produsen batubara, tertinggi di antara semua komoditas utama Indonesia, menurut lembaga riset Energy Shift Institute yang berbasis di Australia.
Jakarta juga mempertimbangkan pungutan ekspor batubara pada level harga tertentu untuk menambah penerimaan negara, meski saat ini para produsen sudah terbebani oleh kenaikan biaya bahan bakar akibat pencabutan subsidi biodiesel.
Baca Juga: Kementerian ESDM Sebut Cadangan Batubara Indonesia Tembus 31,9 Miliar Ton
Beberapa perusahaan mencoba bertahan dengan diversifikasi, namun analis menilai prosesnya masih berjalan lambat.
Bukit Asam misalnya, pada Mei mengumumkan rencana investasi US$3,1 miliar untuk membangun pabrik pengolahan batubara menjadi gas alam sintetis.
"Produsen kini mempertimbangkan opsi hilirisasi, peluang energi terbarukan, atau investasi pada komoditas alternatif," tutup Gupta dari Wood Mackenzie.
Selanjutnya: Cermati Rekomendasi Teknikal Mirae Sekuritas Saham ADMR, BBTN dan BTPS, Rabu (30/7)
Menarik Dibaca: Masih Bertenaga, IHSG Naik 0,5% Pada Rabu Pagi (30/7)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News