kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.986.000   17.000   0,86%
  • USD/IDR 16.840   67,00   0,40%
  • IDX 6.678   64,31   0,97%
  • KOMPAS100 965   12,70   1,33%
  • LQ45 752   9,64   1,30%
  • ISSI 212   1,74   0,83%
  • IDX30 390   4,66   1,21%
  • IDXHIDIV20 469   4,65   1,00%
  • IDX80 109   1,41   1,30%
  • IDXV30 115   1,51   1,33%
  • IDXQ30 128   1,42   1,12%

Dua Bulan, Omzet Ritel Turun 10%


Jumat, 06 Maret 2009 / 08:29 WIB
Dua Bulan, Omzet Ritel Turun 10%


Reporter: Nurmayanti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Dampak krisis global menyebar ke hampir seluruh sektor dan industri. Tak terkecuali ke sektor usaha ritel. Lihat saja, dalam dua bulan pertama (Januari-Februari) 2009 ini, omzet di sektor ini menyusut sekitar 10%. Padahal, setiap bulannya, omzet pengusaha ritel mencapai Rp 5 triliun lebih. Pada tahun lalu, misalnya, para peritel berhasil meraih omzet penjualan sebesar Rp 70 triliun. Penurunan nilai penjualan terjadi seiring melemahnya daya beli masyarakat sebagai imbas dari krisis.

Usut punya usut, penurunan nilai penjualan terjadi disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat di tengah krisis. Produk yang mengalami penurunan terbesar adalah barang fashion, seperti pakaian jadi dan aksesoris. Saat ini, masyarakat lebih mementingkan pembelian barang konsumsi seperti makanan dan minuman ketimbang produk yang pengadaannya masih dapat ditunda. "Penurunan terjadi tergantung dari produknya, tetapi bila di total sekitar kurang lebih 10%,"kata Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta ketika dihubungi KONTAN, Kamis (5/3).

Penurunan daya beli masyarakat yang terjadi di tahun ini sebenarnya sudah disadari pengusaha sejak kuartal empat tahun lalu. Bahkan, mereka memperkirakan penurunan penjualan terus terjadi hingga kuartal kedua 2009. Pelemahan daya beli terutama berasal dari masyarakat golongan menengah ke bawah. Sebab, rata rata masyarakat golongan menengah ke bawah bekerja di sektor industri. Sementara, saat ini banyak industri yang memberhentikan para pekerjanya karena tak kuat menghadapi imbas krisis. Alhasil, jumlah masyarakat yang menganggur bertambah dan berdampak pada penurunan daya beli.

Sebelum terjadinya krisis, pengusaha ritel menargetkan usahanya tumbuh sebesar 15% dari perolehan mereka di tahun lalu yang mencapai Rp 70 triliun. Namun, dengan kondisi di awal tahun ini, mereka pesimistis target itu bisa tercapai. Selain itu, perkiraan besaran pertumbuhan pun belum dapat dipastikan, lantaran kondisi perekonomian yang dinilai masih belum menentu. "Kami belum dapat memperkirakan anjloknya penjualan maupun pertumbuhan kami. Kemungkinan baru terlihat setelah kuartal kedua bagaimana kondisinya," kata Tutum.

Tutum mengatakan, para pelaku ritel berharap pemerintah dapat membantu mereka melalui kucuran stimulus yang dapat membantu menaikkan daya beli konsumen. Selain itu, pemerintah juga perlu memperbaiki infrastruktur. Sebab, daya beli masyarakat terhadap produk ritel dinilai melemah karena salah satunya akibat infrastruktur transportasi. "Di Indonesia, biaya transportasi sangat besar, berbeda dengan negara lain di mana transportasinya tak terlalu membebani. Sehingga masyarakat yang memiliki pendapatan terkadang habis hanya untuk transportasi," jelasnya.

Direktur PT Pakuwon Sentosa Abadi atau pengelola Blok M Plaza, Stefanus Ridwan membenarkan adanya penurunan daya beli masyarakat tersebut. Tak ayal, sejumlah peritel pun mulai atur strategi. Blok M Plaza, misalnya, saat ini tengah gencar memperbaiki sejumlah fasilitas seperti eskalator, penyediaaan vallet parking dan lainnya. “Dengan adanya perubahan atau perbaikan sarana ini mudah-mudahan dapat kembali menarik pembeli untuk datang,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×