kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.960.000   -5.000   -0,25%
  • USD/IDR 16.860   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.723   44,05   0,66%
  • KOMPAS100 968   3,45   0,36%
  • LQ45 754   3,69   0,49%
  • ISSI 213   0,95   0,45%
  • IDX30 391   1,55   0,40%
  • IDXHIDIV20 471   3,02   0,64%
  • IDX80 110   0,24   0,22%
  • IDXV30 115   -0,16   -0,14%
  • IDXQ30 128   0,78   0,61%

Efek Tarif Trump, Investasi US$ 250 Juta Berpotensi Mengalir Industri Tekstil


Senin, 28 April 2025 / 20:46 WIB
Efek Tarif Trump, Investasi US$ 250 Juta Berpotensi Mengalir Industri Tekstil
ILUSTRASI. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta mengungkapkan ada beberapa rencana investasi baru dan re-aktifasi kapasitas produksi di sektor hulu tekstil, khususnya polyester.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berpotensi mengubah peta persaingan dagang dan investasi, termasuk di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) pun melirik berkah dari efek perang tarif.

Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta mengungkapkan ada beberapa rencana investasi baru dan re-aktifasi kapasitas produksi di sektor hulu tekstil, khususnya polyester. Selain menargetkan pasar ekspor ke AS, rencana investasi tersebut juga membidik pasar domestik.

"Mereka menargetkan pasar domestik karena konsumsi masyarakat Indonesia besar," kata Redma dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (28/4).

Redma memberikan gambaran, pada kondisi normal, konsumsi serat polyester dan filament nasional bisa mencapai 1,4 juta ton. Meskipun pada tahun 2024, konsumsi serat polyester dan filament nasional hanya sekitar 880.000 ton, dengan porsi impor 54%.

Redma mengatakan, tiga anggota APSyFI siap mere-aktifasi kapasitas produksi pada tahun ini. Sementara itu, satu perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) akan masuk dan mulai beroperasi pada tahun depan.

Secara keseluruhan, aksi tersebut akan memberikan tambahan produksi sekitar 190.000 ton serat polyester, 250.000 ton Partially Oriented Yarn (POY) dan 50.000 ton Draw Twisted Yarn (DTY).

Baca Juga: Tarif Impor AS Ancam Industri TPT, Pemerintah Harus Lindungi Pasar Domestik

Redma mengatakan, total rencana investasi tersebut mencapai sekitar US$ 250 juta. "Ini belum termasuk dua PMA lain di sektor hulu yang juga tengah menjajaki potensi untuk relokasi," tambah Redma.

Menurut Redma, rencana investasi dan re-aktifasi kapasitas produksi ini menguat setelah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan memastikan  importasi TPT tetap memerlukan Persetujuan Impor (PI) dan Pertimbangan Teknis (Perteks).

Selain itu, pemerintah berencana menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) benang filament (POY-DTY) pasca rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia. Menyusul BMAD serat polyester, serat safeguard benang pintal, kain tenun dan rajut serta karpet. 

APSyFI pun meminta agar dalam kondisi ketidakpastian akibat perang dagang ini, pemerintah bisa konsisten menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang impor. "Dan melakukan negosiasi yang cermat dengan pemerintah AS agar mendapatkan penurunan tarif," ujar Redma.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil, Agus Riyanto mengamati perang dagang ini akan mendorong China dan Vietnam mencari pasar lain untuk pengalihan hasil produksinya. Dengan jumlah penduduk besar, Indonesia bisa menjadi incaran utamanya.

KAHMI Rayon Tekstil pun meminta pemerintah segera menerbitkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 yang mensyaratkan Perteks dalam proses penerbitan PI untuk importasi pakaian jadi menyusul produk serat, benang dan kain yang saat ini sudah berlaku.

"Juga agar terjadi proses substitusi impor dan meningkatkan utilisasi industri serta mendorong investasi, kami meminta pemerintah jangan ragu-ragu mengimlementasikan trade remedies baik anti dumping maupun safeguard," kata Agus.

Baca Juga: Imbas Tarif Impor Trump, Industri TPT Dunia Bisa Oversupply & Banjiri Pasar Domestik

Selain itu, Agus menyoroti mulai maraknya praktik transhipment, yang mana Indonesia menjadi tempat singgah produk negara lain untuk ekspor ke AS. Agus memperkirakan, pada tahun 2024, sekitar 20% ekspor Indonesia ke AS adalah barang transhipment dari China.

"Karena instansi penerbit SKA (Surat Keterangan Asal barang) tidak memastikan lokasi dimana proses produksi barang tersebut dilakukan. Asal ada permohonan untuk ekspor langsung kasih cap dan tanda tangan." kata Agus.

Agus pun mendesak Kementerian Perdagangan segera membenahi aturan dan prosedur terkait penerbitan SKA, serta melakukan koordinasi dengan dinas di daerah agar ke depan tidak lagi terjadi transhipment. "Permainan ini biasanya dilakukan oleh pedagang atau perusahaan logistik, dan merugikan produsen dalam negeri," imbuh Agus.

Selanjutnya: Sri Mulyani Ditunjuk Jadi Ketua Pansel Anggota Dewan Komisioner LPS, Ini Anggotanya

Menarik Dibaca: CLEO Genjot Daur Ulang Sampah Plastik Melalui Program Cleo Ecobin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×