Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat dinilai tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga menggerus sumber utama ekonomi masyarakat, yakni sektor pariwisata dan perikanan.
Organisasi lingkungan Auriga Nusantara menemukan bahwa aktivitas tambang berpotensi mengancam status geopark serta melemahkan daya tarik wisata bahari Raja Ampat.
Padahal, wilayah ini mencatat lebih dari 19.000 kunjungan wisatawan pada 2023.
Baca Juga: Auriga Desak Pemerintah Cabut Seluruh Izin Tambang Nikel di Raja Ampat
Ki Bagus Hadikusumo, Peneliti Direktorat Tambang dan Energi Auriga Nusantara menyebutkan, kerusakan ekosistem sudah terlihat di sejumlah spot diving populer.
Hasil temuan pada Februari 2025 menunjukkan karang mengalami pemutihan akibat sedimentasi tambang.
“Kalau karena suhu air naik, karang memutih biasanya merata. Tapi akibat tambang, pemutihan dimulai dari pinggir tumbuhan karang lalu mati ke arah tengah. Ini jelas karena sedimen tambang,” ujar Ki Bagus dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Dampak ekonomi langsung juga mulai dirasakan masyarakat. Dari Juni hingga September 2025, sejumlah homestay dan guesthouse di Raja Ampat melaporkan tidak menerima tamu sama sekali.
Bahkan, kunjungan tim Auriga menjadi tamu pertama pasca pencabutan izin tambang pada Juni 2025.
“Setidaknya ada tiga guesthouse yang menyebutkan kedatangan kami itu tamu pertama sejak Juni 2025. Dampaknya sangat terasa bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pariwisata,” tambahnya.
Baca Juga: PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Prabowo Perintahkan Pengawasan Ketat
Auriga menekankan pentingnya mempertimbangkan nilai ekonomi jangka panjang dari sektor non-tambang.
Menurut perhitungan pada 2018, potensi ekonomi Raja Ampat diperkirakan bisa mencapai Rp 540 triliun hingga 2030.
“Hitungan itu dibuat pada 2018. Jika dihitung ulang sekarang, angkanya tentu lebih tinggi. Potensi ini bersifat jangka panjang dan perlu diperhitungkan kembali,” ungkap Farid, peneliti Auriga lainnya.
Ia menegaskan, model ekonomi ekstraktif seperti tambang justru memperparah apa yang disebut PBB sebagai triple planetary crisis, krisis iklim, keanekaragaman hayati, dan pencemaran.
“Kalau ekonomi hanya bergantung pada tambang, yang lahir bukan kesejahteraan, melainkan kerusakan jangka panjang,” tegas Farid.
Baca Juga: Puan Puji Prabowo Cabut Izin Tambang di Raja Ampat
Auriga pun mendorong pemerintah untuk mengalihkan fokus pembangunan ke sektor berkelanjutan seperti ekowisata, konservasi, dan perikanan lestari.
Strategi ini dinilai lebih menjamin kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga posisi Raja Ampat sebagai ikon konservasi laut dunia.
Selanjutnya: Dana Pemda Ratusan Triliun Mengendap di Bank, Belanja Daerah Masih Seret
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok Jumat 26 September 2025, Banyak Tantangan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News