Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri mebel dan furnitur berbasis kayu Indonesia masih menghadapi tekanan ekspor ke Amerika Serikat (AS), meski tarif impor yang dikenakan Negeri Paman Sam akhirnya ditetapkan 19%, lebih rendah dari rencana awal 32%.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan ketidakpastian yang muncul sejak awal pengumuman tarif membuat order dari buyer AS sempat terganggu.
“Pengumuman tarif 32% sebelumnya membuat buyer AS menunda atau mengurangi pesanan, sehingga terjadi penumpukan barang di gudang dan terganggunya arus kas eksportir. Setelah negosiasi, tarif khusus impor dari Indonesia diturunkan menjadi 19%, sehingga ketegangan sedikit mereda, meskipun harga jual tetap naik,” ujar Sobur kepada Kontan, Rabu (3/9/2025).
Baca Juga: Sinergi Genjot Ekspor ke Korea Selatan, 12 Perusahaan Furnitur Tampil di KOFURN 2025
Ia menambahkan, tarif baru ini tetap menekan margin keuntungan eksportir. Pasalnya, buyer AS terpaksa menaikkan harga jual furnitur termasuk dari Indonesia. “Kenaikan harga jual di pasar AS diperkirakan antara 20%–40% untuk produk furnitur upholstered dari Asia, termasuk Indonesia,” jelasnya.
HIMKI mencatat industri kini juga mulai mengalihkan fokus ke pasar alternatif. “Ada percepatan negosiasi CEPA dengan Uni Eropa yang menjadi upaya diversifikasi pasar. Pemerintah juga mendorong integrasi regional seperti ASEAN dan RCEP sebagai mitigasi risiko tarif AS,” ungkap Sobur.
Namun, dari sisi daya saing, posisi Indonesia tidak sepenuhnya menguntungkan. Menurut Sobur, tarif impor yang dikenakan kepada Indonesia sama dengan Malaysia di level 19%, sementara Vietnam menghadapi tarif sekitar 20% dan lebih cepat melakukan negosiasi bilateral dengan AS.
Baca Juga: IEU-CEPA Berpotensi Dongkrak Ekspor Mebel ke Eropa hingga 25%
"Vietnam tampak lebih proaktif sehingga memiliki peluang memperkuat posisi di pasar AS pasca-tarif, sementara Indonesia relatif masih menghadapi tantangan,” katanya.
Dengan sekitar 270.000 tenaga kerja yang bergantung pada sektor furnitur berbasis kayu, HIMKI menekankan pentingnya strategi pemerintah dan pelaku usaha untuk menjaga pasar ekspor tetap tumbuh, di tengah gejolak tarif global.
"Tarif yang direncanakan ini memicu HIMKI untuk memperingatkan potensi PHK massal terhadap sekitar 270.000 pekerja di sektor ini. Namun, kemudian terjadi negosiasi ulang: AS menurunkan tarif khusus impor dari Indonesia menjadi 19%, menggantikan ancaman tarif 32% tersebut," pungkasnya.
Baca Juga: Ekspor Furnitur ke AS Kena Tarif 19%, HIMKI: Buyer Beralih ke Vietnam
Selanjutnya: Saham HBAT Disuspensi Bursa, Simak Prospek Kinerjanya
Menarik Dibaca: 15 Rekomendasi Makanan untuk Menurunkan Kolesterol Tinggi secara Alami Menurut Ahli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News