kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.489   45,00   0,29%
  • IDX 7.736   0,93   0,01%
  • KOMPAS100 1.201   -0,35   -0,03%
  • LQ45 958   -0,50   -0,05%
  • ISSI 233   0,21   0,09%
  • IDX30 492   -0,18   -0,04%
  • IDXHIDIV20 591   0,64   0,11%
  • IDX80 137   0,04   0,03%
  • IDXV30 143   0,27   0,19%
  • IDXQ30 164   0,00   0,00%

Ekspor Industri Karet Indonesia Terancam UU Antideforestasi Uni Eropa


Minggu, 04 Februari 2024 / 14:37 WIB
Ekspor Industri Karet Indonesia Terancam UU Antideforestasi Uni Eropa
ILUSTRASI. Petani memanen getah karet di Banyuasin, Sumatera Selatan, Selasa (8/1/2019). Pemerintah berencana menyerap 2.000 ton karet lokal di beberapa daerah produksi karet seperti Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Medan dan Kalimantan, sebagai bahan campuran aspal yang akan dipergunakan untuk perbaikan jalan sepanjang 93,66 kilometer (km). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/NZ


Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Tekanan di industri karet pada tahun 2024 berpotensi semakin berat seiring dengan ancaman penerapan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa (EUDR).

Dalam regulasi ini, operator yang mengekspor barang komoditas dan produk turunannya ke anggota-anggota Uni Eropa diminta mempersiapkan data geolokasi dari sumber bahan baku. Aturan ini berlaku efektif mulai 1 Januari 2025.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane menyampaikan, UU Antideforestasi Uni Eropa jelas akan mengancam kelangsungan ekspor industri karet maupun produk turunannya seperti sepatu/sandal karet dan ban. 

Baca Juga: Upaya Pemerintah Atasi Ancaman Kesulitan Ekspor Karet ke Uni Eropa

Bukan tidak mungkin pabrik-pabrik karet olahan akan terus bertumbangan. Padahal, tanpa aturan tersebut saja pasar karet nasional tetap lesu mengingat tren produksi komoditas tersebut menurun.

"Kontribusi ekspor karet ke Eropa kira-kira sekitar 30% sampai 35%, sehingga UU Antideforestasi punya dampak signifikan bagi kelangsungan industri karet Indonesia," ujar Aziz belum lama ini.

Merujuk Laporan Statistik Karet Indonesia, total ekspor karet alam Indonesia ke Eropa tercatat sebesar 340.066 ton pada 2022 atau berkurang 13,18% year on year (YoY) dibandingkan realisasi tahun 2021 yakni 391.683 ton. 

Belgia menjadi negara importir karet alam terbesar dari Indonesia pada 2022 lalu dengan volume 54.076 ton. Disusul oleh Slovenia sebanyak 46.536 ton dan Jerman 38.515 ton.

Dekarindo menyebut pemerintah harus aktif dan berani berdiplomasi kepada pihak Uni Eropa agar produk-produk sumber daya alam Indonesia bisa diterima di sana, termasuk karet. 

Baca Juga: Produsen Karet Nasional Terancam Kesulitan Ekspor ke Uni Eropa

Upaya pencarian pasar ekspor baru tidak bisa menjadi solusi tunggal bagi para produsen karet nasional dalam menghadapi dampak UU Antideforestasi Uni Eropa. "Pihak swasta tidak bisa kerja sendirian, justru pemerintah yang harus turun tangan mendorong ekspor ke Eropa," imbuh dia.

Waktu yang dimiliki Indonesia untuk mengantisipasi penerapan UU Antideforestasi Uni Eropa tentu tidak banyak. Terlebih lagi, sudah ada beberapa negara Uni Eropa yang mulai menjajaki peluang kerja sama ekspor karet dari produsen selain Indonesia.

Dekarindo pun tidak yakin produksi karet nasional akan membaik pada 2024 bila berkaca pada kondisi terkini sektor industri tersebut.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Erwin Tunas mengungkapkan, produksi karet alam di Indonesia telah menurun sejak 2018 sampai sekarang. Bila pada 2017 produksi karet nasional mencapai 3,68 juta ton, maka pada 2023 diperkirakan hanya mencapai 2,44 juta ton.

"Selama 6 tahun terakhir telah terjadi penurunan produksi karet sebesar 1,24 juta ton," kata dia, pekan lalu.

Subsektor yang paling terdampak oleh penurunan produksi karet alam di Indonesia adalah pabrik pengolahan karet yang mengolah bahan baku karet dari perkebunan menjadi crumb rubber (SIR). Saat ini utilisasi pabrik-pabrik crumb rubber telah berkurang hingga di bawah 50%.

Baca Juga: Hilirisasi Komoditi Karet Alam

Dalam catatan Gapkindo, selama 6 tahun terakhir (2018-2023) terdapat 48 pabrik crumb rubber yang gulung tikar. Dari total 152 pabrik di awal periode tersebut, saat ini tinggal 104 pabrik yang beroperasi di Tanah Air.

Penyebab utama penurunan produksi karet nasional dalam beberapa tahun terakhir antara lain terjadinya konversi tanaman karet ke tanaman lain, adanya penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp, kurangnya tenaga penyadap, usia pohon karet yang mayoritas sudah tua, serta harga karet yang relatif rendah.

Berdasarkan situs Trading Economics, harga karet alam di pasar global berada di level US$ 153 sen per kilogram (kg) pada Jumat (26/1), atau turun 0,84% dari hari sebelumnya. Belakangan ini harga karet sedang rebound setelah sempat anjlok pada pertengahan tahun lalu.

Baca Juga: Produsen Karet Berusaha Bertahan di Tengah Penurunan Produktivitas

Berbeda dengan Dekarindo, Gapkindo tetap optimistis produktivitas kebun karet Indonesia akan meningkat pada 2024. Hal ini sejalan dengan laporan berkurangnya serangan penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp dan ekspektasi berakhirnya laju konversi kebun karet.

Lantas, Gapkindo berharap produksi karet nasional dapat meningkat di atas 2,6 juta ton pada tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK

[X]
×