Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Erwin Tunas mengungkapkan, produksi karet alam di Indonesia telah menurun sejak 2018 sampai sekarang. Bila pada 2017 produksi karet nasional mencapai 3,68 juta ton, maka pada 2023 diperkirakan hanya mencapai 2,44 juta ton.
"Selama 6 tahun terakhir telah terjadi penurunan produksi karet sebesar 1,24 juta ton," kata dia, pekan lalu.
Subsektor yang paling terdampak oleh penurunan produksi karet alam di Indonesia adalah pabrik pengolahan karet yang mengolah bahan baku karet dari perkebunan menjadi crumb rubber (SIR). Saat ini utilisasi pabrik-pabrik crumb rubber telah berkurang hingga di bawah 50%.
Baca Juga: Hilirisasi Komoditi Karet Alam
Dalam catatan Gapkindo, selama 6 tahun terakhir (2018-2023) terdapat 48 pabrik crumb rubber yang gulung tikar. Dari total 152 pabrik di awal periode tersebut, saat ini tinggal 104 pabrik yang beroperasi di Tanah Air.
Penyebab utama penurunan produksi karet nasional dalam beberapa tahun terakhir antara lain terjadinya konversi tanaman karet ke tanaman lain, adanya penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp, kurangnya tenaga penyadap, usia pohon karet yang mayoritas sudah tua, serta harga karet yang relatif rendah.
Berdasarkan situs Trading Economics, harga karet alam di pasar global berada di level US$ 153 sen per kilogram (kg) pada Jumat (26/1), atau turun 0,84% dari hari sebelumnya. Belakangan ini harga karet sedang rebound setelah sempat anjlok pada pertengahan tahun lalu.
Baca Juga: Produsen Karet Berusaha Bertahan di Tengah Penurunan Produktivitas
Berbeda dengan Dekarindo, Gapkindo tetap optimistis produktivitas kebun karet Indonesia akan meningkat pada 2024. Hal ini sejalan dengan laporan berkurangnya serangan penyakit gugur daun Pestalotiopsis sp dan ekspektasi berakhirnya laju konversi kebun karet.
Lantas, Gapkindo berharap produksi karet nasional dapat meningkat di atas 2,6 juta ton pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News