Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendapatan dan laba PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) kompak naik, di tengah tren penurunan penjualan mobil domestik.
Emiten yang menjadi bagian dari entitas bisnis Pelindo Grup ini fokus mengoptimalkan lonjakan volume bongkar muat impor dan ekspor.
Pendapatan IPCC meningkat 12,70% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 585,82 miliar menjadi Rp 660,24 miliar hingga kuartal III-2025. Sedangkan laba tahun berjalan IPCC tumbuh 28,55% dari Rp 148,02 miliar menjadi Rp 190,29 miliar.
Direktur Utama Indonesia Kendaraan Terminal, Sugeng Mulyadi menjelaskan berdasarkan layanan, pendapatan IPCC terdiri atas 78% segmen internasional dan 22% dari segmen domestik.
Baca Juga: Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC) Lirik Peluang dari Lonjakan Kargo Mobil Listrik
Berdasarkan jenis kargo, mobil dalam bentuk utuh atau Completely Built Up (CBU) menjadi kontributor utama dengan porsi 72,77%.
IPCC juga menangani kargo alat berat dengan kontribusi 10,35%, truk dan bus (8,78%) serta kargo lainnya (4,90%). Sugeng mengungkapkan bongkar muat kargo mobil CBU di segmen internasional (ekspor dan impor) meningkat sekitar 21% (yoy).
Sugeng merinci, bongkar muat kargo ekspor naik sekitar 10%, sedangkan impor melonjak sekitar 80%. Sementara itu, bongkar muat mobil CBU di segmen domestik anjlok sekitar 18%. Meski, terjadi kenaikan 2,8% bongkar muat CBU di terminal satelit (di luar Jakarta).
Lonjakan kargo internasional yang dibarengi dengan strategi value creation serta digitalisasi dan otomatisasi menjadi pendongkrak utama kinerja IPCC.
"Ke depan, kami akan lebih efisien lagi sehingga biaya dan kinerja akan lebih kompetitif," ungkap Sugeng dalam paparan publik yang berlangsung pada Rabu (29/10/2025).
Pangsa pasar (market share) IPCC di bidang bongkar muat terminal kendaraan cukup dominan. Di segmen bongkar muat kargo ekspor, IPCC menguasai market share 74,40%. Sedangkan untuk kargo impor, market share IPCC mencapai 84,63% hingga kuartal III-2025.
Baca Juga: Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC) Layani Kapal BYD Zhengzhou Kapasitas 7.000 Unit
Dengan begitu, IPCC pun akan terpapar angin segar ketika terjadi kenaikan volume ekspor maupun impor mobil CBU. Meski pasar dalam negeri sedang melandai, tapi Sugeng melihat pasar ekspor mobil masih prospektif.
Pasar ekspor mobil terbuka ke sejumlah wilayah seperti Amerika Selatan terutama Meksiko, Timur Tengah, Asia Tenggara, Australia hingga Eropa pasca adanya kesepakatan dagang.
"Peluang masih cukup luas untuk ekspor mobil-mobil buatan Indonesia," kata Sugeng.
Lonjakan Impor Mobil EV
Sedangkan dari sisi impor, IPCC meraup cuan dari lonjakan impor mobil listrik berbasis baterai alias Electric Vehicle (EV).
Lonjakan impor mobil EV dalam bentuk CBU terjadi akibat insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada pabrikan mobil yang mau berinvestasi untuk mendirikan pabrik di Indonesia.
Insentif tersebut bakal berakhir pada tahun ini. Dus, para pabrikan mobil EV memacu impor, terutama mobil EV asal China seperti BYD. Sampai dengan September 2025, total EV yang ditangani IPCC mencapai 57.035 unit.
BYD menjadi kontributor terbesar dengan 37.410 unit. Disusul oleh Vinfast (16.161 unit), Geely (1.801 unit), Aion (1.026 unit) dan VW (293 unit). Secara total, IPCC memprediksi segmen kargo mobil EV ini bisa menyumbang lebih dari 70.000 unit.
Baca Juga: Jurus Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC) Jaga Pertumbuhan Kinerja di Atas 15%
Guna memanfaatkan insentif dari pemerintah, Sugeng menaksir lonjakan volume impor mobil EV akan berlanjut pada sisa tahun ini, termasuk dari BYD.
"Mereka akan mengejar sampai akhir tahun ini. Pemerintah tidak memperpanjang (insentif impor), sehingga akan dioptimalkan sebanyak-banyaknya dengan kuota mereka," kata Sugeng.
Di sisi yang lain, Sugeng mengaku tidak khawatir saat tahun depan insentif impor mobil EV berakhir. Sebab, pemerintah sudah mensyaratkan adanya produksi di dalam negeri.













