Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan untuk menghapus sebagian piutang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) subsektor mineral dan batubara (minerba) dari perusahaan yang sudah tidak berdiri lagi.
Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan mengatakan, hingga saat ini piutang negara dari PNBP minerba masih Rp 4,9 triliun. Nilai tersebut sedikit turun dari total tunggakan per 31 Desember 2016 yang mencapai Rp 5,3 triliun.
"Sebagian kita usul ke Kemenkeu untuk dihapus piutang dari perusahaan yang sudah tidak ada," katanya kepada KONTAN, Minggu (4/6).
Dia menuturkan hingga saat ini belum ada tanggapan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Adapun dia mengaku pihaknya tidak bisa serta merta menghapus piutang tersebut tanpa rekomendasi dari Kementerian Keuangan.
"Kita gak berani untuk mengeluarkannya dari catatan sebelum ada persetujuan dari Kementerian Keuangan," ujarnya.
Sementara itu, bagi perusahaan yang masih berdiri, penagihan masih terus diupayakan. Beberapa langkah untuk mendorong pelunasan tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan ditundanya pengapalan.
"Sebenarnya kita ingin semua langsung bayar, tapi kita perlu klasifikasi mana yang cepat diselesaikan mana yang kurang dan mana yang sudah tidak bisa dilaksanakan. Karena yang jelas ada, maka kita utamakan supaya jangan sempat macet," tandasnya.
Jonson menegaskan perusahaan yang masih menunggak tidak akan dilayani izinnya dan penjualannya akan dihentikan oleh syah bandar. Seiring dengan hal tersebut, pemanggilan perusahaan yang bersangkutan pun dilakukan.
Selain itu, terkait perusahaan yang membandel, Kementerian ESDM pun berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penyelesaiannya.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso meminta pemerintah lebih bijak dalam menyelesaikan tunggakan PNBP pertambangan. Pasalnya kondisi satu perusahaan tambang dengan perusahaan tambang lain berbeda sehingga tidak bisa digeneralisir penyebab tunggakannya.
"Tunggakan yang ada harus dilihat kasus per kasus. Dilihat apakah mereka sudah ada yang berproduksi dan masih tahap eksplorasi," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (4/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News