Reporter: Barly Haliem, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
Wakil Direktur Utama TOWR, Adam Ghifari menambahkan, pihaknya saat ini memiliki nilai kontrak jangka panjang senilai Rp 51 triliun atas aset infrastruktur telekomunikasi.
"Kalau dihitung tahunan, revenue sekitar Rp 7 triliun dan diperkirakan terus meningkat. Sebagian dari penghasilan tahunan kami reinvestasikan dalam tower," tutur dia. Alhasil, ada recurring income yang menyokong TOWR untuk berfokus kepada investasi menara telekomunikasi baik melalui kesempatan organik atau anorganik.
Baca Juga: Kinerja Kuartal I-2020 Cemerlang, TBIG Mencetak Untung Rp 228,54 Miliar
Manajemen TOWR mengalokasikan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) pada tahun ini di kisaran Rp 3 triliun-Rp 3,5 triliun. "Kami menargetkan pertumbuhan revenue high double digit, bahkan bisa lebih,” ujar Adam.
Dari aset tower Grup Sarana Menara Nusantara sekitar 21.000 menara, mereka juga menawarkan sharing dengan multi tenant sehingga efisien. Saat ini TOWR memiliki tenancy ratio 1,73x dan diperkirakan akan naik juga. "Kami terus mendukung bisnis telekomunikasi yang vital untuk negara selama Covid-19, ada apresiasi dari Fitch dalam bentuk rating upgrade menjadi BBB/AAA, dari sebelumnya BB+/AA-," ungkap Adam.
Peningkatan rating oleh Fitch Ratings minggu ini menjadi BBB/AAA menyusul penegasan dari Standard & Poor’s (S&P) bahwa rating Protelindo tetap BBB dengan outlook stabil.
Baca Juga: Lunasi utang bank dan ekspansi, Bali Tower terbitkan obligasi Rp 800 miliar
Sebelumnya S&P menegaskan peringkat BBB dengan outlook stabil untuk Protelindo. Menurut S&P, anak usaha TOWR ini memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar utang jatuh tempo tepat waktu dan mampu bertahan di tengah tekanan saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News