Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT PLN Nusantara Power konsisten dalam melakukan transisi energi di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton Unit 1 dan 2. PLN sudah memanfaatkan limbah biomassa untuk co-firing pada pada PLTU Paiton Unit 1 dan Unit 2.
Co-firing adalah teknik substitusi PLTU batubara dengan bahan biomassa pada rasio tertentu. Teknik ini biasa dilakukan dengan membakar secara bersamaan kedua bahan tersebut.
Sumber biomassa bisa beragam mulai dari pelet kayu, serbuk gergaji, cangkang kelapa sawit, hingga sampah atau limbah. Ada sekitar 100 truk dalam sehari mengangkut sumber biomassa untuk kemudian menjadi bahan bakar pembangkit listrik.
Dengan begitu, limbah yang tadinya hanya dibuang bisa memiliki nilai lebih dan bisa mengurangi penggunaan energi fosil, batubara yang pada akhirnya bisa menjadi solusi mengurangi emisi karbon.
Sejak Juni 2020, PLN NP Unit Pembangkitan Paiton secara bertahap menyerap limbah biomassa untuk dua pembangkit dengan total kapasitas terpasang 1.460 Megawatt.
Dari kapasitas itu, listrik Unit 1 dan Unit 2 disalurakan melalui saluran tegangan tinggi system Jawa, Madura, Bali (Jamali) melalui jaringan 500 KV.
Dalam komplek PLTU Paiton itu, ada juga milik perusahaan swasta yakni PLTU Paiton milik Paiton Energy unit 7&8 memiliki kapasitas 2x610 MW dan Unit 3 berkapasitas 1x800 MW. Sementara PLTU Paiton milik Jawa Power berkapasitas 2x610 MW.
“Pasokan listrik ke sistem Jamali sebesar 22% dan untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan Jawa Timur sebesar 83%,” ungkap Senior Manager Unit Pembangkitan Paiton PLN Nusantara Power Agus Prastyo Utomo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/12).
Agus menjelaskan, meskipun menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama, upaya pengendalian emisi telah dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan melalui pemanfaatan limbah serbuk kayu (sawdust) melalui biomass co-firing. Penggunaan batubara di PLTU Paiton 1&2 sekitar 18.000 ton per hari.
Penghematan melalui cofiring sekitar 5% atau menghemat sekitar 328,5 ton per tahun. Sementara harga biomassa sesuai Peraturan Direksi PLN masih di-cap maksimal sama dengan harga batubara.
Diversifikasi biomassa telah dilakukan melalui uji co-firing 30% menggunakan sawdust (serbuk kayu), limbah padi, cocopeat, limbah uang kertas (LURK) dan BBJP (Bahan Bajar Jumoutan Padat) tanpa kendala dengan beban 360 MW menggunakan existing auxiliary equipment.
“Penambahan nilai ekonomi sawdust sebesar Rp 550.000 per ton dan untuk lingkungan menghasilkan penurunan emisi GRK 471.500 ton CO2 sejak dilakdsanakan tahun 2019," ungkap Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News