Reporter: Azis Husaini, Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Freeport Indonesia siap melakukan divestasi saham sebesar 20,64% setahun pasca amandemen kontrak karya ditandatangani. Hanya, Freeport bersikeras besaran harga saham hasil divestasi nantinya harus berdasarkan harga pasar saat saham dilepas.
Keinginan ini jelas berbeda dengan keinginan pemerintah. Pemerintah ingin basis perhitungan harga saham sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 27/ 2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham.
Pasal 13 menyebutkan, harga divestasi ditawarkan kepada peserta Indonesia ditetapkan berdasarkan biaya penggantian (replacement cost) atas investasi yang sudah dikeluarkan.
Beroperasi sejak tahun 1967 lalu hingga 2012, perusahaan asal Amerika Serikat ini sudah menggelontorkan investasi US$ 8,6 miliar. Merujuk aturan itu, jika ingin membeli 20,64%, pemerintah harus menyiapkan dana sebesar US$ 1,78 miliar.
Namun, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto menegaskan, basis perhitungan harga saham berdasarkan investasi yang sudah dikeluarkan Freeport tidak bisa diterapkan.
"Sebab Freeport masih akan investasi terus, jadi basis perhitungannya market value, soal mahal atau tidaknya tergantung nanti kesepakatan dengan pemerintah baru," ucap dia, Senin (11/8). Namun, Rozik pun belum menghitung besaran harga saham divestasi Freeport.
Kesepakatan dengan pemerintah baru kelak akan menentukan bentuk pelepasan divestasi, apakah sebagian dari 20,64% itu dilepas ke bursa saham, atau seluruhnya dibeli langsung pemerintah. "Tapi saya lebih suka initial public offering (IPO), supaya harga lebih transparan, meski memang asing nanti bisa beli juga," kata dia.
Namun, jangan takut, IPO dilakukan untuk mengetahui harga saham Freeport setelah itu pemerintah pusat masuk membeli. Rozik juga bilang, bila nanti pemerintah pusat menunjuk Antam untuk membeli tentu saja menarik. Sebab, memang Antam juga sudah IPO. Sehingga kinerja keuangannya mudah dikontrol.
Sayang, Tato Miraza, Direktur Utama PT Antam Tbk mengatakan, jumlah saham yang akan dilepas Freeport terlalu kecil sehingga akan sulit memberikan kontribusi bagi penghasilan Antam. "Kami harus harus kuat dulu dengan proyek sekarang untuk membuat perusahaan tumbuh daripada akuisisi divestasi saham Freeport," ujar Tato.
Saat ini pihaknya sedang fokus melakukan pembangunan smelter Feronikel di Halmahera Timur, lalu membangun pabrik smelter grade alumina (SGA), pabrik nickel pig iron (NPI), serta pembangunan pabrik pengolahan anode slime.
Budi Santoso, Ketua Working Group Kebijakan Pehimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) mengatakan, alasan Antam tak tertarik membeli saham Freeport seharusnya jadi perhatian pemerintah.
Sebab menjadi minoritas di Freeport tidak menguntungkan. "Keputusan Antam tidak ingin mengakuisisi cukup logis, mengingat umur pengelolaan Freeport hingga 2021, dan kalaupun diperpanjang tetap akan minoritas," kata dia.
Padahal, bila pemerintah memutuskan kontrak Freeport pada 2021, maka negara akan lebih diutungkan dengan menyerahkan ke Antam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News