Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelompok negara-negara maju yang tergabung dalam G7, yaitu Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang, menyatakan komitmennya untuk mempercepat transisi menuju penggunaan energi bersih. Sejalan dengan hal ini, ketujuh negara bersepakat untuk menghentikan dukungannya kepada batubara sebagai sumber energi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Cornwell, Britania Raya pada 11-13 Juni 2021 lalu.
Melansir Reuters, Senin (14/6), ketujuh negara menyebutkan bahwa pembangkit listrik berbasis batubara merupakan penyebab terbesar emisi gas rumah kaca (GRK). Ketujuh negara menilai, pendanaan investasi global yang berlanjut untuk pembangkit listrik berbasis batubara tidak sejalan dengan upaya global untuk menekan kenaikan suhu di level 1,5 derajat celsius.
“Kami menekankan bahwa investasi internasional pada batubara harus disetop sekarang, dan kami saat ini berkomitmen untuk mengakhiri dukungan baru untuk pembangkit listrik batubara termal internasional pada akhir 2021,” ujar ketujuh negara sebagaimana dikutip dari Reuters.
Dengan adanya komitmen transisi menuju penggunaan energi bersih, aliran pendanaan eksternal dari ketujuh negara G7 baik kepada produsen batubara maupun terhadap pendanaan proyek-proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan sumber energi batubara bisa saja menciut. Meski begitu, masalah pendanaan eksternal global ini dipercaya tidak akan menjadi persoalan bagi produsen batubara di dalam negeri.
Baca Juga: ReforMiner Institute: Panas bumi potensial dorong transisi energi
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, produsen batubara memiliki banyak opsi untuk menghimpun pendanaan eksternal di dalam negeri. Beberapa opsi yang bisa dijajaki misalnya seperti pinjaman perbankan dalam negeri, penggalangan dana di pasar modal, dan lain-lain.
Meski begitu, Hendra tidak menampik bahwa sikap G7 bisa berdampak terhadap ekspor batubara Indonesia dalam jangka panjang. Pasalnya, penghentian pendanaan eksternal dari negara G7 untuk proyek-proyek pembangunan PLTU di negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia bisa saja berdampak pada penurunan permintaan batubara Indonesia pada negara-negara tersebut.
Hanya saja, menimbang permintaan batubara yang ada belakangan, Hendra optimistis bahwa permintaan batubara masih akan baik hingga beberapa tahun ke depan. Terlebih, PLTU-PLTU eksisting yang sudah beroperasi umumnya memiliki usia operasi yang tidak pendek, yaitu sekitar 25 tahun.
“Kalau kami melihat demand batubara masih cukup bagus, 1-2 dekade ke depan juga masih okelah,” ujar Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (15/6).
Baca Juga: Ini alasan Australia Barat desak pemerintah pusat untuk setop memusuhi China
Risiko penggalangan dana eksternal dari negara-negara G7 yang disinyalir bisa semakin sulit nampaknya tidak terlalu diambil pusing oleh PT Indika Energy Tbk (INDY). Head of Corporate Communication Indika Energy Ricky Fernando mengatakan, INDY menjadikan aspek environmental, social, and governance (ESG) sebagai prioritas dalam beroperasi.
Selain itu, INDY ke depannya juga telah mempersiapkan langkah-langkah seperti memperkuat diversifikasi usaha ke sektor non-batubara, menargetkan penerimaan pendapatan dari sektor non-batubara sebesar minimal 50% di tahun 2025, serta berkomitmen mencapai netral emisi karbon pada tahun 2050. “Dengan melakukan strategi diversifikasi, kami percaya sektor keuangan dapat memberikan dukungan terhadap perusahaan yang memiliki strategi transisi yang konkrit. Selain itu, kami juga menjajaki penggalangan dana dari dalam negeri,” kata Ricky kepada Kontan.co.id (15/6).
Ricky menerangkan, sumber pendanaan utama INDY berasal dari kas perusahaan, pinjaman bank, dan obligasi internasional.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) ditugaskan bangun pembangkit listrik di area hilirisasi batubara
Tidak jauh berbeda dengan INDY, risiko penggalangan dana eksternal dari negara-negara G7 yang disinyalir semakin sulit juga nampaknya tidak terlalu dipersoalkan oleh PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS). Sekretaris Perusahaan GEMS, Sudin Sudirman mengatakan, GEMS selama ini mengandalkan pinjaman dari bank lokal untuk urusan pendanaan eksternal.
Saat ini pun, GEMS mengandalkan fasilitas pinjaman dari Bank Mandiri. “Ke depan, GEMS lebih banyak andalkan kas internal dan pinjaman bank lokal,” kata Sudin kepada Kontan.co.id (15/6).
Menyoal prospek penjualan batubara, Sudin optimistis permintaan batubara di pasar global masih akan memiliki prospek yang baik hingga beberapa tahun ke depan. “Saya pikir China, India, beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia masih membutuhkan batubara sbg salah satu sumber energi sampai tahun 2030,” kata Sudin kepada Kontan.co.id (15/6).
Baca Juga: Fundamental mendukung, batubara menyentuh harga tertinggi di level US$ 124 per ton
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava mengatakan, BUMI selalu berfokus menerapkan prinsip-prinsip ESG, memenuhi kewajiban reklamasi, mengontrol emisi dan polusi, serta menaruh perhatian pada pemenuhan tanggung jawab sosial perusahaan atawa corporate social responsibility (CSR) dan pengembangan komunitas.
Selain itu, BUMI juga memiliki visi untuk melakukan studi kelayakan atawa feasibility study dalam proyek-proyek energi hijau seperti carbon capture technology dan masih banyak lagi. “Kami ingin memposisikan diri kami sebagai ESG leader yang mempertimbangkan energi terbarukan, ini bisa membantu kami dalam penghimpunan dana untuk proyek-proyek di masa depan,” ujar Dileep kepada Kontan.co.id (15/6).
Baca Juga: Targetkan penerimaan negara 2022 hingga Rp 1.895,9 triliun, pemerintah siapkan jurus
Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Febriati Nadira menyampaikan, ADRO akan terus mengikuti perkembangan pasar dengan tetap menjalankan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan. Untuk urusan penghimpunan dana eksternal, ADRO secara umum akan selalu mempertimbangkan berbagai sumber pembiayaan, baik dari pasar pinjaman, pasar modal hutang, dan/atau pasar ekuitas.
“Dalam kondisi saat ini, kami sangat berterima kasih dengan dukungan terus menerus yang diterima, baik dari utang maupun pasar modal. Berdasarkan pemahaman kami, perbankan akan terus menghormati komitmen mereka dalam semua proyek mereka yang ada,” ujar Nadira saat dihubungi Kontan.co.id (15/6).
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP), Chandra Lautan mengatakan, MBAP masih mengandalkan keuangan internal perusahaan, dan tidak terlalu mengandalkan pendanaan dari pihak luar dalam mendukung kegiatan operasional dan program pengembangan.
Chandra belum berkomentar lebih jauh perihal rencana/strategi penghimpunan dana eksternal perusahaan ke depannya. “MBAP belum dapat memberikan komentar atas hal ini,” tutur Chandra kepada Kontan.co.id, Selasa (15/6).
Baca Juga: Saingi China, G7 Berniat Mengembangkan Proyek Infrastruktur di Negara Berkembang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News