kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ganti kemasan, biaya produksi rokok naik 15%


Jumat, 13 Juni 2014 / 10:11 WIB
Ganti kemasan, biaya produksi rokok naik 15%
ILUSTRASI. Daun melinjo bermanfaat mengobati sakit mata.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Industri rokok dalam negeri terus mendapat tekanan. Tak hanya dari luar negeri seperti Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), tekanan juga datang dari aturan dalam negeri. 

Yang terbaru adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Beleid ini akan mulai diberlakukan pada 24 Juni 2014.

Dalam PP 109 dan produk hukum turunannya, yakni Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau, mengharuskan setiap kemasan rokok memasang gambar bahaya merokok sebesar 40% dari keseluruhan kemasan.

Rusdi Rahman, Ketua Komunitas Perusahaan Rokok Kudus (Koperku) mengungkapkan bahwa aturan tersebut sama saja pemerintah telah menggali kuburan bagi ratusan pabrik rokok kecil yang tersebar di berbagai daerah. Sebab, dengan mengubah kemasan, menambah biaya produksi sekitar 15%. Selain itu, beban cukai yang terus membengkak juga harus ditanggung produsen rokok.

“Aturan ini bukan lagi memberatkan, tapi mematikan kami,” kata Rusdi saat melakukan aksi bersama 31 pemilik pabrik rokok kecil dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur di depan Kementerian Kesehatan, Kamis (12/6).

Rusdi, yang juga Direktur Utama Pabrik Rokok Paku Bumi asal Kudus, Jawa Tengah, meminta Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi membuat iklan larangan merokok sendiri, dan bukan dibebankan kepada industri. 

“Kalau itu kepentingan Menteri Kesehatan ya harusnya Menteri Kesehatan membuat iklan sendiri, bukan dibebankan pada kami,” katanya.

Dalam PP 109 itu disebutkan, jika produsen tak mematuhi aturan tersebut maka akan dikenakan denda Rp 100 juta dan hukuman lima tahun penjara. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×