Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Mulai bekerjanya kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, membuat pebisnis di semua sektor berharap besar ada perubahan. Salah satunya dari para pelaku usaha pabrikan rokok kretek dan petani tembakau yang ingin agar pemerintah memperhatikan nasibnya.
Ismanu Sumiran, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri) meminta pemerintahan yang baru tetap memperjuangkan eksistensi produk kretek di Tanah Air maupun dunia. Pasalnya, kontribusinya sangat besar bagi bangsa.
“Tidak ada industri yang punya ciri khas seperti industri kretek ini, kami berharap pemerintahan baru memahami karakteristik keretek sebagai produk bangsa yang punya nilai budaya tinggi,” kata Ismanu dalam keterangannya, Senin (3/11).
Oleh karena itu, ia mengatakan, dalam menelurkan program-program, tidak ada lagi ego sektoral kementerian-kementerian pemerintah. Salah satunya yang dihindari adalah upaya untuk memberangus usaha rakyat ini dengan alasan kebijakan kesehatan.
“Sebelumnya ego program kesehatan begitu kuat. Ada kepentingan dagang dibalik itu, misalnya keinginan industri farmasi asing untuk masuk serta pemain rokok asing yang tidak ingin tersaingi dengan kretek khas Indonesia,” katanya.
Industri ini, tambah Ismanu menyumbang sebanyak 4,1 juta tenaga kerja langsung. Belum lagi rantai ekonomi dari petani tembakau sampai pedagang pengecer. “Industri kretek itu berkontribusi terhadap tenaga kerja dan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),” ujarnya.
Ia juga meminta jangan sampai Jokowi meratifikasi berbagai aturan internasional seperti Konvensi mengenai Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan penerapan cukai rokok yang berlebihan.
“Penerapan perda dan cukai yang berlebih justru merugikan, terapkan saja aturan yang sudah ada kami patuh terhadap aturan,” tegasnya.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Suryana menyampaikan, 30 juta petani di seluruh dunia secara tegas menolak pengaksesan FCTC, dan mendukung penuh Pemerintah Indonesia untuk tidak meratifikasi FCTC.
FCTC mengancam dan mengabaikan hak perekonomian petani tembakau. Salah satu ancaman pengendalian tembakau adalah larangan penggunaan bahan tambahan, termasuk penggunaan cengkeh dan penerapan kemasan rokok polos (packaging).
Jika pengendalian tembakau diterapkan, dampaknya akan negatif bagi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang sudah menanam tembakau secara turun-temurun sejak nenek moyang mereka.
Suryana menjelaskan, Pemerintah Indonesia saat ini tengah melakukan upaya-upaya dalam melindungi sektor tembakau nasional dan memperjuangkan akses pasar produk tembakau Indonesia di pasar internasional.
Bahkan, APTI memiliki keyakinan bahwa Pemerintah Indonesia akan memenangkan kasus sengketa dagang di World Trade Organizaton (WTO), terkait kebijakan kemasan rokok polos yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.
"Jika kebijakan WTO kita diamkan, maka Indonesia juga akan terkena dampaknya, dan terpaksa menerapkan kebijakan kemasan rokok polos," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News