Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk melindungi harga jagung tingkat petani, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak ( GPMT) menyarankan adanya sistem resi gudang yang bisa menyerap jagung petani yang berlimpah saat panen, kemudian ditarik kembali saat lewat masa produksi dan stok jagung di pasar turun.
Dewan Penasehat GPMT Sudirman menyampaikan sistem tersebut juga bisa melindungi petani jagung dari tengkulak yang kerap membuat petani jual jagung sebelum masa panen karena keburu khawatir tidak akan diserap pasar.
"Petani kan sering pakai tengkulak, belum panen sudah dijual 80% kemudian 20% disimpan. Sebagian memang karena butuh uang dan dijual Rp 2.000 per kilogram masih basah, tapi harga bakal terus terbanting di mereka," kata Sudirman, Senin (1/10).
Sebagai perbandingan, harga jual jagung pipilan di tingkat pabrik Jakarta, baru-baru ini dilaporkan mencapai Rp 5.200 per kilogram.
Artinya terjadi penambahan nilai yang sangat besar dari kondisi jagung kadar air tinggi di petani, hingga jadi jagung pipilan kadar air rendah.
Kondisi disparitas harga ini juga menjadi indikasi minimnya penanganan paska panen pada tingkat petani sehingga sebagai sektor hulu, petani tidak mampu mengendalikan harga dan mendapat keuntungan berlipat.
Maka bila pemerintah mendorong pembangunan silo dengan sistem resi gudang yang diatur oleh pemerintah daerah, koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), maka penjamin serap akan lebih legal dan lebih pasti.
Oleh karena itu petani mendapatkan opsi pergudangan yang lebih baik dan bisa menabung jagung panen untuk dijual lagi saat stok di pasar turun.
"Selama ini yang bangun pabrik pakan dan silo adalah pengusaha besar atau trader, kelompok tani jadi punya kelemahan karena tidak punya tanggungjawab dan fasilitas," jelas Sudirman.
Apalagi dengan sistem ini, maka tanggung jawab dan pengawasan pemerintah terhadap stok jagung sebenarnya bisa jadi lebih terdata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News