Reporter: Maria Rosita, Azis Husaini | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Setelah sekian lama tertinggal, akhirnya tren green building mulai masuk ke Indonesia. Langkah awalnya tentu saja dengan memetakan gedung mana saja yang sudah menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan. Untuk itu, Green Building Council Indonesia (GBCI) akan mulai melakukan rating terhadap gedung-gedung yang ada di Indonesia.
Proses sertifikasi ini menggunakan sistem rating dengan simbol brown, silver, gold, dan platinum. Untuk setiap gedung GBCI akan mengenakan biaya sertifikasi. Untuk informasi saja, dari beberapa lembaga green yang ikut kontes untuk menjadi partner Kementerian Lingkungan Hidup, akhirnya GBCI yang terpilih sebagai lembaga yang akan melakukan sertifikasi untuk gedung-gedung di seluruh Indonesia.
Naning Adiningsih Adiwoso, Core Founding Member sekaligus Chairperson GBCI mengatakan, investasi bangunan yang menerapkan green building memang lebih tinggi. Tapi itu bermanfaat untuk jangka panjang. Penyewa gedung ikut menikmati. "Memang harus berhemat, ada prediksi terjadi perang air tahun 2020 nanti, kita akan kekurangan air," terang Naning Jumat (12/8). Green building yaitu bangunan dan pengelolaan yang menerapkan kaidah sustainable consumption.
Naning menaksir saat ini tidak sampai 5% bangunan di Jakarta menerapkan green building. Dengan sistem ini, GBCI menargetkan minimal 10% bangunan di Ibu Kota menerapkan teknologi ramah lingkungan tersebut.
Naning mencatat saat ini lebih 70 new ataupun existing building mendaftar untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Namun, GBCI baru memproses 30 di antaranya. Dari angka tersebut, 6-7 gedung telah menerapkan green building. GBCI memasang tarif Rp 80 juta untuk pilot project gedung berlantai 10-20 di Jakarta. "Tahun ini kami targetkan mencapai 20 gedung," papar Naning kepada KONTAN, Jumat (12/8).
Naning menjelaskan, penerapan green building memberi benefit lebih. Misalnya, teknologi pengelolaan kembali air hujan untuk dipakai kembali. Lainnya, pemakaian lampu hemat energi yang meminimalisasi biaya listrik gedung.
"Kalau kaca gedung diatur sedemikian rupa sehingga banyak sinar matahari masuk, lampu tidak perlu dinyalakan," terangnya. Dia mencontohkan Gedung Kedutaan Besar Austria yang sukses menghemat energi 42% dan Grand Indonesia mencapai 30%.
GBCI berencana memperluas jangkauan hingga ke rumah-rumah. Alasannya, jumlah rumah lebih banyak ketimbang perkantoran. Naning tak menampik, kendala mengembangkan proyek ini adalah keterbatasan produk green di Indonesia. "Green technology itu bahan bakunya harus lestari, materialnya dari setempat, karena kalau menambah biaya angkutan, sudah tidak green," kata Naning, menjelaskan. Saat ini baru beberapa cat tembok yang sudah layak disebut produk green.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News