kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Harga BBM naik, industri makin tertekan


Selasa, 22 Maret 2011 / 07:09 WIB
Harga BBM naik, industri makin tertekan
ILUSTRASI. Anggota polisi memberikan masker pelindung gratis di stasiun metro saat pandemi virus corona (COVID-19) di Madrid, Spanyol, Senin (13/4/2020).


Reporter: Sofyan N. H, Veri N.T, Mia Winarti S, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah nasib industri di negeri ini. Kenaikan harga bahan baku bukan satu-satunya penyebab pengusaha semakin terjepit. Belakangan ini, mereka juga mulai menanggung dampak lonjakan harga BBM industri.

Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, harga BBM industri kini kian melaju. Harga premium misalnya, kini sudah di kisaran Rp 8.000 per liter. Sementara, harga solar sekitar Rp 9.000 per liter. "Padahal, sebelum krisis Libia, harga BBM industri masih sekitar Rp 6.000 per liter," kata Franky, Senin (21/3).

Menurut Franky, industri manufaktur mulai kelimpungan dengan kenaikan harga BBM industri ini. Sebab, kondisi itu mengakibatkan biaya produksi dan ongkos transportasi otomatis naik. "Beban kami ikut naik," ucapnya. Asal tahu saja, selama ini, biaya energi memakan 5%-10% dari total biaya produksi.

Sejumlah sektor industri bahkan mulai tercekik lantaran komponen biaya produksi lain juga mulai kena imbas. Salah satunya adalah biaya pengemasan, khususnya yang berbahan plastik. Maklum, bahan baku hulunya adalah minyak mentah.

Contohnya, di industri makanan, biaya kemasan ini menyedot 20%-35% dari keseluruhan biaya produksi. "Ini juga memberatkan pengusaha," jelas Franky.

Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia (Packindo) Henky Wibawa membenarkan, hampir semua harga produk utama kemasan naik. Sebut saja, botol plastik, gelas atau cup plastik, dan kemasan fleksibel seperti plastik gula, karung plastik, dan kantong plastik. "Harga kemasan ini naik sekitar 5% -10%," kata Henky.

Selain industri makanan, dampak serupa juga mulai dirasakan industri tekstil dan garmen. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (Apgai), Suryadi Sasmita bilang, biaya energi, terutama di sektor pemintalan benang (spinning), sudah melonjak.

Kondisi ini makin memberatkan, sebab sebelumnya, mereka sudah terbebani lonjakan harga kapas sebagai bahan baku tekstil. Sejak awal 2011, harga kapas sudah melonjak 100% - 200%. "Padahal, kebutuhan kapas harus impor semua," ungkap Suryadi.

Alhasil, biaya energi dan bahan baku yang melonjak itu memaksa pengusaha menaikkan produk tekstil 20%-30%. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi bilang, menaikkan harga jual merupakan solusi setelah pengusaha tak kuat memangkas margin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×