Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliansi Pengusaha dan Profesional Lift-Eskalator (APPLE) Indonesia punya catatan khusus untuk membenahi bisnis lift dan eskalator di Indonesia yang menyimpan sejumlah masalah.
Ketua Umum APPLE Indonesia, Nanang Komara menyebut, masalah utama datang dari minimnya filterisasi produk-produk asal luar negeri dengan metode penjualan langsung terhadap konsumen atau direct selling.
Kata Nanang, mereka kerap menjual produknya tanpa melewati agen penyalur resmi yang dipasang dan dirawat oleh teknisi yang tidak bersertifikasi, sehingga rawan terjadinya kecelakaan.
“Barang bisa terkirim dengan mudah, yang masang di sini banyak, tapi begitu nanti ada kecelakaan, nanti mau ke siapa? Karena di sini enggak ada agen resminya,” ujar Nanang saat ditemui Kontan, Rabu (5/11/2025).
Baca Juga: Bos Shanghai Mitsubishi Elevator: Permintaan Lift Rumah di Indonesia Mendominasi
Dari total sekitar 200 hingga 250 perusahaan lift, hanya 37 yang memenuhi standar perusahaan jasa ketiga yang layak menjalankan usaha bidang instalasi dan perawatan lift berdasarkan aturan Kementerian Ketenagakerjaan.
Hal ini merupakan ancaman serius, sebab instalasi dan perawatan lift membutuhkan tenaga ahli khusus. Perawatannya saja kata Nanang seharusnya dilakukan secara berkala setiap satu bulan sekali.
Dus, dia menghimbau para pelaku bisnis lift untuk segera menggandeng agen resmi yang berkomitmen terhadap regulasi terkait yang berlaku di Indonesia.
Masalah lainnya, lanjut Nanang, datang dari larangan terbatas (lartas) impor elevator wire rope, atau tali kawat penarik lift. Padahal, Indonesia belum mampu memproduksi komponen vital tersebut.
“Ini yang tidak bisa diproduksi di dalam, tapi dilarang. Kebijakan impor jangan salah, jangan kebalik. Saya kemarin sudah sampaikan ke Kementerian Perindustrian,” ujarnya.
Dus, pemerintah dan para pelaku bisnis lift perlu memberi perhatian serius terhadap masalah ini. Bila semua dijalankan sesuai standar dan regulasi, Nanang yakin industri ini akan semakin prospektif ke depannya.
Terlebih, masih banyak peluang yang bisa ditangkap. Misalnya, dengan kondisi populasi yang meningkat dan tanah kosong yang semakin menyempit, Nanang yakin akan semakin banyak bangunan vertikal, yang tentu membutuhkan lift, yang akan dibangun.
Selain itu, peluang lain juga terletak pada penjualan spare part lift yang kerap dibutuhkan ketika masa perawatan lift tiba namun sang pemilik menghindari pembelian unit baru.
“Makanya ekosistem ini harus dijaga oleh semua stakeholder, baik pemerintah, masyarakat pengguna, ataupun pemain lift. Kalau tidak dijaga, nanti persaingan harga akan beda. Ujung-ujungnya apa? Kontribusi terhadap ekonomi bangsa rendah, terhadap kesejahteraan karyawan rendah,” tutupnya.
Adapun saat ini, sektor dengan pemintaan lift tertinggi ialah sarana transportasi seperti LRT, MRT, bandara, dan stasiun.
Baca Juga: Barbershop Semakin Menjamur, Segmen Premium Justru Tumbuh Subur
Selanjutnya: Jasindo Mantapkan Komitmen Sosial Lewat Program TJSL di Wilayah 3T
Menarik Dibaca: Cara Cek Bansos BPNT November 2025 Lewat NIK KTP, Resmi dari Kemensos
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













