kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga beras naik, kinerja Mentan menjadi sorotan


Senin, 08 Oktober 2018 / 19:29 WIB
Harga beras naik, kinerja Mentan menjadi sorotan
ILUSTRASI. Kebijakan Impor Beras


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Swasembada beras yang diklaim Kementerian Pertanian dinilai patut dipertanyakan. Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga terjadi pada beras kualitas premium, medium, dan rendah sepanjang periode September 2018.

Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, perlu melakukan evaluasi terhadap Menteri Pertanian Amran Sulaiman terkait produksi pangan di tanah air.

Belakangan, terjadi kenaikan harga pangan di pasaran. Di sisi lain, di berbagai pemberitaan, Mentan Amran menegaskan stabilnya harga pangan dan ketersediaan yang cukup, bahkan swasembada.

Pada evaluasi itu jelas Emrus, Menko Perekonomian harus mengecek validitas data produksi komoditas pangan yang dimiliki Kemtan secara langsung. Tak hanya melihat data di atas kertas saja, Menko Perekonomian bersama Mentan harus melakukan pengecekan data secara langsung di lapangan.

“Bila data ternyata berbeda, (produksi) lebih rendah dari dimiliki Mentan, Presiden harus mengambil tindakan tegas terhadap Mentan. Ini bisa berujung kepada reshuflle,” katanya pekan lalu.

Emrus mengaku, meski kerap menegaskan kondisi swasembada beras, dari berbagai pemberitaan, Menteri Amran tak menyajikan data pangan secara riil. “Saya tidak pernah melihat Mentan buka-bukaan produksi pangan. Logisnya, kalau produksi melimpah tidak mungkin impor,” imbuhnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya mengungkapkan, data proyeksi produksi dari Kementerian Pertanian(Kemtan) selalu meleset. Ini menjadi ihwal polemik impor beras. "(Data meleset) setiap tahun," ucap Darmin sembari terkekeh di kantornya, Rabu malam (19/9).

Menko Darmin juga membeberkan bagaimana data yang meleset dari Kemtan mempengaruhi pengambilan keputusan impor. Ia mengatakan pasokan beras Bulog hanya sebanyak 903 ribu ton pada 15 Januari 2018, saat pemerintah pertama kali mengadakan rapat koordinasi.

Jumlah itu sudah berkurang sebanyak 75 juta ton karena digunakan Bulog untuk operasi pasar.

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto juga menyoroti klaim swasembada dan kenaikan harga beras. Seringnya Kementerian Pertanian membuat klaim swasembada terkait berbagai komoditas pertanian, dinilai menyesatkan.

Pasalnya, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, justru menyiratkan adanya kekurangan dari sisi produksi. Jika terus dibiarkan, kekhawatiran membuat kebijakan dari data yang salah, sangat mungkin terjadi.

“Berbahaya untuk misleading kebijakan. Jadi kayak impor atau nggak impor. Terus kestabilan harganya juga jadi terganggu. Secara umum ini berbahaya,” tegas Eko.

Menurutnya, kaim swasembada berpotensi membuat terlena, sehingga kerap menghasilkan kebijakan yang tidak tepat. Ia mencontohkan, Kemtan menyatakan kebutuhan surplus, sehingga kebijakan impor tidak menjadi pilihan.

Namun di lapangan, produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri membuat harga meningkat. Alhasil, kebijakan untuk 'memadamkan kebakaran' kerap jadi pilihan terpaksa. Padahal, suatu kebijakan harus dirancang sedemikian rupa dalam waktu yang cukup.

Mengenai polemik impor beras, Eko berpandangan, harusnya hal ini tidak perlu terjadi karena apa yang diputuskan di rakor harusnya dijalankan oleh seluruh kementerian terkait. Mentan yang kerap bersuara berbeda, menunjukkan hal yang aneh, menurutnya.

“Saya sendiri sebenarnya nggak setuju sama adanya impor, tapi kalau sudah diputuskan ya harusnya dipenuhi,” tegasnya.

Terpisah, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman di kesempatan berbeda menyoroti, jumlah produksi beras secara nasional sejatinya tidak dapat dihitung secara pasti.

Pasalnya, selain adanya perhitungan konversi dari gabah menjadi beras, terdapat sejumlah faktor lain yang dapat mempengaruhi, seperti kondisi cuaca.

"Menghitung beras itu susah, ditambah lagi ada faktor cuaca. Belum tentu per hektar bisa menghasilkan satu ton padi," ujarnya, saat dihubungi.

"Menurut saya, data Kemtan tidak valid, perlu perbaikan kembali sistem estimasi produksi beras. Namanya beras, tidak dapat dihitung secara akurat. Tapi kalau sudah diserap dan masuk gudang Bulog, itu baru pasti," imbuhnya.

Per 5 Oktober ini, menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga beras berada di kisaran Rp9.800—13.300 per kilogram. Lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga semua jenis beras periode September 2018 naik di tingkat penggilingan. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan harga beras kualitas premium per September mencapai 1,20% dibandingkan bulan sebelumnya.

"Rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp 9.572 per kilogram," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (1/10).

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Harga Beras Semua Jenis Naik, Jokowi Dimintai Evaluasi Kinerja Menteri Pertanian,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×