Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan bahwa turunnya harga crude palm oil (CPO) di kuartal I 2023 merupakan hal yang biasa terjadi.
Eddy Martono Ketua Umum Gapki menjelaskan turunnya harga CPO disebabkan oleh permintaan yang agak melemah dan suplai minyak nabati lain cukup bagus.
"Jadi, untuk komoditi naik turun harga merupakan hal biasa, tergantung dengan supply dan demand. Apalagi minyak sawit bukan minyak nabati satu-satunya ada subtitusinya," ujarnya saat dihubungi oleh Kontan, Kamis (4/5).
Ia memproyeksikan, harga CPO akan kembali bangkit. Bahkan di akhir tahun, Gapki menilai harga CPO dimungkinkan kembali menguat walau tidak seperti di kuartal I 2022.
Baca Juga: El-Nino Disebut Akan Berdampak Terhadap Produksi CPO
Mengutip laporan Gapki, total produksi CPO sepanjang Januari-Maret 2022 sebanyak 11,15 juta ton. Adapun produksi crude palm kernel oil (CPKO) pada periode sama sebesar 1,06 juta ton sehingga total produksi 12,2 juta ton. Total produksi itu mengalami kenaikan dari kuartal Januari-Maret 2021 yang mencapai 11,15 juta ton.
Sementara itu, kinerja produksi dan total volume ekspor sawit menurun sepanjang Januari hingga Februari 2023. Untuk produksi kelapa sawit, misalnya, pada Februari ini mencapai 3,88 juta ton yang lebih rendah dibandingkan Januari yang mencapai 3,892 juta ton.
Produksi CPKO juga sedikit turun dari 370 ribu ton pada Januari 2023 menjadi 369 ribu ton pada Februari 2023. Eddy menjelaskan, merujuk kepada tren produksi sawit tahun-tahun sebelumnya penurunan produksi yang sudah terjadi sejak September 2022 akan segera berakhir.
Lebih lanjut, total volume ekspor juga menurun menjadi 2,91 juta ton pada Februari 2023 dari 2,94 juta ton pada Januari. Meski demikian, nilai ekspor mengalami kenaikan menjadi US$ 2,687 miliar pada Februari 2023 dari US$ 2,605 miliar pada Januari.
Peningkatan tersebut, kata Eddy, disumbang dari kenaikan ekspor olahan minyak sawit dari yang sebelumnya 2,12 juta ton pada Januari menjadi 2,25 juta ton pada Februari, dengan perhitungan produk olahan lebih tinggi dari harga bahan baku crude palm oil (CPO). Berdasarkan tujuan ekspor, kenaikan terbesar terjadi untuk Tiongkok sebesar 287 ribu ton atau naik sebesar 55%.
Baca Juga: Kemendag: El-Nino Akan Berdampak pada Produksi CPO Hingga Perubahan Harga Migor
Eddy melanjutkan, untuk tujuan Bangladesh meningkat 115 ribu ton atau naik 289%, lalu Mesir naik 81 ribu ton atau naik 142%. Kenaikan ekspor juga terjadi pada tujuan Uni Eropa selain Spanyol dan Italia, Filipina, Myanmar, dan Vietnam, meski dalam jumlah yang relatif lebih kecil.
Sedangkan untuk tujuan ekspor India, kata Eddy, menurun sebesar 301 ribu ton atau turun 41% dan untuk tujuan Pakistan turun 87 ribu ton atau melemah 45%. Penurunan juga terjadi untuk tujuan Amerika Serikat, Malaysia, dan Singapura dengan jumlah yang lebih kecil.
Sementara itu dari sisi total konsumsi dalam negeri, Gapki mencatat terjadi kenaikan pada Februari 2023 sebesar 1,8 juta ton dan jumlah tersebut lebih tinggi dari Januari 2023 yang hanya mencapai 1,78 juta ton.
Eddy menjabarkan, dalam jumlah yang tidak signifikan, kenaikan ini terjadi terutama untuk konsumsi industri pangan, industri oleokimia maupun industri biodiesel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News