Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Indonesia dan dua negara lainnya di ASEAN kembali sepakat untuk menggenjot dan memperbaiki harga karet alam. Kesepakatan dilakukan setelah ketiga negara menggelar pertemuan di Phuket, Thailand, Selasa (12/12).
“Indonesia mendukung langkah ITRC (International Tripartite Rubber Council) mempertahankan dan memperbaiki harga karet alam,” kata Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan pada saat Pertemuan Dewan Menteri ITRC, dalam siaran persnya yang diterima KONTAN di Jakarta Rabu, (12/12).
Pertemuan ITRC dihadiri Dewan Menteri ITRC lainnya, yakni Deputy Minister of Agriculture dan Cooperative of the Kingdom of Thailand, Yuttapong Charasathien dan Minister of Plantation Industries and Commodity of Malaysia Tan Sri Bernard Giluk Dompok.
Selain memperbaiki harga karet, Dewan Menteri ITRC sepakat untuk membuat pasar karet regional, serta penguatan kapasitas kelembagaan ITRC dan IRCo (International Rubber Consortium Limited).
Dalam hal memperkuat harga karet, Indonesia, Thailand dan Malaysia sudah sepakat menerapkan skema pengurangan volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS) sebesar 300 ribu ton yang diberlakukan sejak Oktober 2012 sampai Maret 2013.
Sukses menggenjot harga
Kesepakatan soal pengendalian harga karet mulai 16 Agustus 2012 lalu, telah sukses meningkatkan harga karet (Daily Composite Price, atau gabungan rata-rata harga di ketiga negara), dari semula US$ 2,54 per kg menjadi sekitar US$ 2,9 per kg di awal Desember 2012.
Maka itu, para Menteri menyadari pentingnya aksi bersama negara anggota menerapkan pembatasan ekspor karet. Gita Wirjawan bilang, hasil laporan dari Monitoring and Surveillance Committee (MSC) menyebutkan, penurunan volume ekspor ketiga negara anggota ITRC itu sudah sesuai dengan kesepakatan.
“Dengan demikian diharapkan ada dampak langsung yang positif bagi tingkat pendapatan jutaan petani di Indonesia, Thailand dan Malaysia,” ujarnya. Berdasarkan data ITRC, produksi karet tiga negara ini mencakup 67% dari total produksi dunia, dan ekspornya sebesar 86% dari total ekspor dunia.
Produsen karet alam Indonesia sebagian besar adalah petani yang berjumlah sekitar 2,1 juta orang, yang menguasai 85% luas areal karet alam nasional. Pada tahun 2011, Indonesia menghasilkan karet alam sekitar 3 juta ton atau 27% dari total produksi ITRC. Sebanyak 85% dari total produksi karet alam nasional Indonesia diekspor dengan nilai mencapai lebih dari US$ 11,7 miliar pada tahun 2011.
Guna mengatasi gejolak harga dan memperkuat posisi negara produsen karet alam, para Menteri menyepakati pembentukan Pasar Karet Regional (Regional Rubber Market). "Pasar Karet Regional diharapkan bisa meramaikan bursa pasar berjangka dan pasar fisik yang sudah ada, serta dapat membentuk harga riil pasar karet dan sekaligus menjalankan fungsi lindung nilai,” kata Gita.
Untuk itu, kata Gita, ITRC akan melakukan studi komprehensif untuk membuat langkah-langkah harmonisasi berbagai kebijakan dalam rangka mewujudkan pasar regional tersebut. Selain itu, para menteri anggota ITRC juga akan memperkuat kapasitas ITRC dan IRCo agar mampu mengantisipasi berbagai tantangan ke depan.
Para Menteri mengharapkan, agar ITRC dan IRCo bisa memandu negara anggota menjadi lebih pro-aktif dibanding reaktif menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan. Selain itu, ITRC juga diharapkan berfungsi sebagai organisasi antar pemerintah yang memberikan manfaat lebih besar bagi peningkatan pendapatan produsen karet.
Sementara itu, IRCo dituntut untuk lebih mampu melakukan intervensi terhadap pasar. Terkait dengan keikutsertaan negara lain, Mendag mengatakan, Indonesia menyambut baik sekiranya ada negara penghasil karet lainnya di kawasan yang berminat bergabung atau bekerjasama dengan ITRC.
“Dengan semakin banyaknya produsen penghasil karet yang tergabung dalam kerja sama ini, maka keberadaan ITRC ini akan menjadi lebih kuat,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News