Reporter: Femi Adi Soempeno, Bloomberg |
MUMBAI. Harga karet alam kemungkinan akan terus mengapung di level yang ada saat ini hingga dua bulan ke depan karena ketatnya suplai dan meningkatnya permintaan. Hal ini ditegaskan oleh International Rubber Consortium Ltd. (IRCO), Senin (9/8).
Harga rata-rata fisik karet di Thailand, Indonesia dan Malaysia, tiga negara terbesar penghasil karet alam, kemungkinan berkisar US$ 3 per kilogram dalam satu hingga dua bulan ke depan; stabil bila dibandingkan dengan harga rata-rata yang ada sepanjang tahun ini.
Abdul Rasip Latiff, Chief Executive Officer IRCO Bangkok, mengatakan bahwa hal tersebut usai pertemuan International Tripartite Rubber Council, akhir pekan lalu.
Curah hujan lebih dari sekadar normal di Thailand; mengganggu penyadapan karet yang nantinya akan berdampak pada suplai. Kondisi Malaysia tak ubahnya dengan Thailand di wilayah Selatan yang hanya mampu menghasilkan 68% dari total produksi yang ada.
Sementara itu, Indonesia sedang mulai turun hujan. Pohon akan menggugurkan daunnya sehingga membikin lateks akan keluar lebih sedikit.
Produksi karet Thailand tahun ini diproyeksikan akan mencapai 3,2 juta ton; stabil dari tahun lalu. Hal ini diperkirakan oleh Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC). Sementara itu, Indonesia kemungkinan akan memproduksi 2,6 juta ton, naik tipis dari tahun lalu yang memproduksi 2,4 juta ton. Produksi karet Malaysia kemungkinan mencapai 1 juta ton, naik dari tahun lalu yang hanya menembus 857.000 ton.
Untuk catatan, tiga negara ini menguasai 70% dari produksi karet dunia.
Harga karet untuk pengiriman kini mulai pulih dari level terendahnya dalam lima bulan terakhir ini di level 250,9 yen per kilogram atau setara dengan US$ 2.916 per ton pada 17 Mei 2010. Penyebabnya adalah optimisme bahwa perekonomian mulai menggeliat. Tak hanya itu saja, rendahnya persediaan karet di China dan Jepang akan menggiring peningkatan pembelanjaan dua negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News