kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.911.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.250   0,00   0,00%
  • IDX 6.906   24,33   0,35%
  • KOMPAS100 1.007   4,39   0,44%
  • LQ45 770   3,57   0,47%
  • ISSI 227   0,88   0,39%
  • IDX30 397   1,93   0,49%
  • IDXHIDIV20 459   1,72   0,38%
  • IDX80 113   0,56   0,50%
  • IDXV30 114   0,92   0,81%
  • IDXQ30 129   0,26   0,20%

Harga Listrik Energi Bersih Cenderung Lebih Mahal, Ini Penjelasan ICRES


Senin, 14 November 2022 / 18:39 WIB
Harga Listrik Energi Bersih Cenderung Lebih Mahal, Ini Penjelasan ICRES
ILUSTRASI. Green Industry: Petugas memeriksa panel surya


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Center for Renewable Energy Studies (ICRES) menjelaskan, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan energi terbarukan. Salah satu persoalan utamanya ialah harga listrik hijau yang cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan listrik dari energi fosil, misalnya saja batubara.

Chairman Indonesian Center for Renewable Energy Studies (ICRES) Surya Darma menjelaskan, Indonesia masih mewariskan paradigma yang keliru terhadap harga listrik yang berasal dari PLTU. Seolah-olah harga listrik dari batubara lebih murah.

Padahal di dalam harga listrik PLTU sudah ada unsur subsidi secara tidak langsung melalui program Domestic Market Obligation (DMO). Di dalam kebijakan tersebut, batubara dijual dengan harga tertentu untuk PT PLN maksimum US$ 70 per ton. Padahal harga batubara yang diekspor saat ini sudah menembus US$ 300 per ton.

Baca Juga: Melirik Teknologi SCR Untuk Kurangi Emisi dan Polusi dari PLTU

Menurut Surya, hal ini adalah perlakuan yang tidak adil bagi listrik energi terbarukan. Maka itu, di dalam COP27 membahas tentang Just Energy Transition (JET) dengan mandatori pemenisunan pembangkit batubara bagi berbagai negara di dunia.

“Namun, persoalannya adalah just transition ini akan berdampak pada kemampuan pendanaan negara dari tiap negara. Oleh karena itu, maka keterlibatan pihak swasta akan punya peranan penting agar bisa terwujud,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (14/11).

Dalam konteks inilah, Surya menyampaikan, kelompok energi terbarukan mendorong peran swasta dalam program Net Zero Emission. Termasuk menyiapkan calon penanggung jawab untuk energi terbarukan terutama dalam hal pendanaan.

Menurutnya, untuk merealisasikan proyek energi terbarukan pihak perbankan dan institusi finansial lainnya akan memegang peranan penting.

Selain dari segi pendanaan, salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan energi terbarukan ialah sulitnya rantai pasok.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan US$ 500 Juta untuk Pensiunkan 2 GW PLTU dengan Skema ETM

“Sulitnya rantai pasok membuat harga sejumlah komponen naik dan berimbas pada harga listrik yang lebih tinggi dan merupakan konsekuensi dari ketidaksiapan Indonesia membangun rantai pasok,” ujarnya.

Menurut Surya saat ini proses hilirisasi tidak berjalan dengan tepat dan tidak diantisipasi arah penggunaan energi masa depan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×