Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Hanya saja, karena masih dilanda pandemi, Hendra mengaku masih sulit untuk memprediksi pergerakan pasar dan harga hingga akhir tahun nanti. Menurutnya, untuk periode Kuartal II, masih harus dicermati lagi bagaimana respon negara-negara importir batubara terkait penanganan dampak Covid-19.
Seperti misalnya lockdown di India, dan bagaimana pemulihan industri setelah masa lockdown. Begitu juga dengan pemulihan di China, baik dari sisi industri maupun faktor pasokan batubara domestik. Hal itu penting dicermati, mengingat kedua negara tersebut merupakan pasar ekspor terbesar batubara Indonesia.
Baca Juga: Ini penyebab kinerja keuangan Indika Energy (INDY) turun meski performa tambang naik
Di negara lainnya, sentimen negatif datang dari sejumlah pasar, misalnya di Korea Selatan yang berencana untuk tidak mengoperasikan beberapa unit pembangkit listrik batubara. "Hal ini mengakibatkan impor Kuartal I di Korea Selatan menurun dan memberikan sentimen negatif juga terhadap harga batubara termal," kata Hendra.
Selain itu, beberapa negara Asia Tenggara tujuan ekspor batubara Indonesia juga sedang berjibaku menghadapi Covid-19. Hendra mencontohkan, Vietnam yang mengambil kebijakan untuk mengurangi konsumsi batubara sebanyak 20%.
Di samping itu, imbuh Hendra, jatuhnya harga minyak hingga 30% juga menimbulkan kekhawatiran yang sama terhadap harga batubara. Faktor lainnya, juga terkait dengan peralihan ke energi terbarukan dan juga kondisi pasar global secara keseluruhan.
Baca Juga: Prospek Harum Energy (HRUM) tergantung siasat efisiensi dalam menghadapi imbas corona
"Besar kecilnya tentu akan mempengaruhi prospek HBA ke depannya dan melihat dari rata-rata HBA triwulan I dibanding tahun lalu, besar kemungkinan rata-rata HBA tahun ini akan menurun dibanding tahun lalu," tandas Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News